Sabtu, 28 April 2012

MAKALAH SISTEM SARAF PUSAT DAN KRANIAL



SISTEM SARAF PUSAT DAN KRANIAL 

Oleh : 
ARAHMAN


Sistem Saraf Pusat dan Saraf Kranial                   
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan serta terdiri terutama dari jaringan saraf.Sistem persarafan merupakan salah satu organ yang berfungsi untuk menyelenggarakan kerjasama yang rapi dalam organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh
Fungsi sistem saraf yaitu :
1. Mendeteksi perubahan dan merasakan sensasi
2. Menghantarkan informasi dari satu tempat ke tempat yang lain
3. Mengolah informasi sehingga dapat digunakan  segera atau menyimpannya untuk masa mendatang sehingga menjadi jelas artinya pada pikiran.
Sistem saraf dibedakan atas 2 divisi anatomi yaitu :
1.Sistem saraf pusat (sentral), terbagi atas:
a. Otak
b. Sumsum tulang belakang(medula spinalis)
2.Sistem saraf perifer (tepi) terdiri atas:
A. Divisi Aferen, membawa informasi ke SSP (memberitahu SSP mengenai lingkungan eksternal dan aktivitas-aktivitas internal yg diatur oleh SSP
B. Divisi Eferen, informasi dari SSP disalurkan  melalui divisi eferen ke organ efektor (otot atau kelenjar yg melaksanakan perintah untuk menimbulkan efek yg diinginkan), terbagi atas:
-Sistem saraf somatik, yg terdiri dari serat-serat neuron motorik yg mempersarafi otot-otot rangka
-Sistem saraf  otonom, yg mempersarafi otot polos, otot jantung dan kelenjar, terbagi atas :
1. Sistem saraf simpatis
2. Sistem saraf Parasimpatis
Neuron (sel Saraf)
1.       Sistem saraf manusia mengandung lebih dari 1010 saraf atau neuron.
2.       Neuron merupakan unit structural dan fungsional system saraf
3.       Sel saraf terdiri dari badan sel yang di dalamnya mempunyai inti sel,nukleus, Mitokondria, Retikulum endoplasma, Badan golgi, di luarnya banyak terdapat dendrit,kemudian bagian yang menjulur yang menempel pada badan sel yang di sebut akson
4.       Dendrit menyediakan daerah yg luas untuk hubungan dengan neuron lainnya. Dendrit adalah serabut aferen karena menerima sinyal dari neuron-neuron lain dan meneruskannya ke badan sel.
5.       Pada akson terdapat selubung mielin,nodus ranvier,inti sel Schwan,butiran neurotransmiter
6.       Akson dengan cabang-cabangnya (kolateral), adalah serabut eferen karena membawa sinyal ke saraf-saraf otot dan sel-sel kelenjar. Akson akan berakhir pada terminal saraf yg berisi vesikel-vesikel yg mengandung neurotransmitter. Terminal inilah yg berhubungan dengan badan sel, dendrit atau akson neuron berikutya.
Sel saraf menurut bentuk dan fungsinya terbagi atas :
1.      Sel saraf sensoris (neuron aferen)
Bentuknya berbeda dari neuron aferen dan interneuron, di ujung perifernya terdapat reseptor sensorik yang menghasilkan potensial aksi sebagai respon terhadap rangsangan spesifik.
Sel saraf ini menghantarkan impuls(pesan) dari reseptor ke sistem saraf pusat,dendritnya berhubungan dengan reseptor(penerima rangsangan ) dan ujung aksonnya berhubungan dengan sel saraf asosiasi,
Klasifikasi reseptor sensoris menurut jenis stimulusnya yaitu :
a.       Mekanoreseptor mendeteksi stimulus mekanis seperti nyeri,suara,raba
b.       Termoreseptor mendeteksi perubahan temperatur seperti panas dan dingin
c.        Nosiseptor mendeteksi kerusakan jaringan baik fisik maupun mekanik seperi nyeri
d.       Elektromaknetik reseptor mendeteksi cahaya yang masuk ke mata seperti warna,cahaya
e.        Khemoreseptor mendeteksi pengecapan,penciuman,kadar O2 dan CO2
2.      Sel saraf motoris
Sel saraf ini mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot/skelet yang hasilnya berupa tanggapan terhadap rangsangan. Badan sel saraf berada di sistem saraf pusat dan dendritnya berhubungan dengan akson sel saraf asosiasi dan aksonnya berhubungan dengan efektor(bagian motoris yang menghantarkan sinyal ke otot/skelet).
Aktivitas sistem motoris tergantung dari aktivitas neuron motoris pada medula spinalis. Input yang masuk ke neuron motorik menyebabkan 3 kegiatan dasar motorik yaitu :
a.       Aktivitas volunter( di bawah kemauan)
b.      Penyesuaian posisi untuk suatu gerakan tubuh yang stabil
c.       Koordinasi kerja dari berbagai otot untuk membuat gerakan yang tepat dan mulus.
3. Sel saraf intermedit/Asosiasi (Interneuron)
Ditemukan seluruhnya dalam SSP. Neuron ini menghubungkan neuron sensorik dan motorik atau menyampaikan informasi ke interneuron lainnya. Beberapa interneuron dalam otak terkait dengan fungsi berfikir, belajar dan mengingat
Sel saraf ini terbagi 2 yaitu :
1.      Sel saraf ajustor yaitu menghubungkan sel saraf sensoris dan motoris
2.      Sel saraf konektor yaitu untuk menghubungkan neuron yang satu dengan neuron yang lainnya.
Sel Neuroglial
Biasa disebut glia yg merupaka sel penunjang tambahan pada SSP yg berfungsi sebagai jaringan ikat
Sel glial dapat mengalami mitosis selama rentang kehidupannya dan bertanggungjawab atas terjadinya tumor system saraf.
IMPULS SARAF
Terjadinya impuls listrik pada saraf sama dengan impuls listrik yg dibangkitkan dalam serabut otot
Sebuah neuron yg tdk membawa impuls dikatakan dalam keadaan polarisasi, dimana ion Na+ lebih banyak diluar sel dan ion K+ dan ion negative lain lebih banyak dalam sel
Suatu rangsangan (ex: neurotransmiter) membuat membrane lebih permeable terhadap ion Na+ yang akan masuk ke dalam sel, keadaan ini menyebabkan depolarisasi dimana sis luar akan bermuatan negative dan sisi dalam bermuatan positif.
Segera setelah depolarisasi terjadi, membrane neuron menjadi lbih permeable terhadap ion K+, yg akan segera keluar dari sel. Keadaan ini memperbaiki muatan positif diluar sel dan muatan negatif di dalam sel, yg disebutrepolarisasi.
Kemudian pompa atrium dan kalium mengmbalikan Na+ keluar dan ion K+ ke dalam, dan neuron sekarang siap merespon stimulus lain dan mengahantarkan impuls lain.
Sebuah potensial aksi dalam merespon stimulus berlangsung sangat cepat dan dpt di ukur dlm hitungan milidetik.sss
Sebuah neuron tunggal mampu meghantarkan ratusan impuls setiap detik.
SISTEM SARAF PUSAT
OTAK
Merupakan alat tubuh yang sangat vital karena pusat pengatur  untuk seluruh alat tubuh,terletak di dalam rongga tengkorak (Kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat.Otak terdiri dari 3 bagian besar yaitu:
1.Otak Besar (serebrum)
Merupakan bagian terluas dan terbesar dari otak ,bentuk telur dan mengisi penuh bagian atas rongga tengkorak. Adapun fungsi serebrum yaitu :untuk pusat pengaturan semua aktivitas mental yaitu berkenaan dengan kepandaian (Intelegensi), ingatan(memori), kesadaran,pusat menangis, keinginan buang air besar maupun kecil. Terdiri atas:
a.       Lobus frontalis (depan), sebagai area motorik yg embangkitkan impuls u/ pergerakan volunteer. Area motorik kiri mengatur pergeakan sisi kanan tubuh dan sebalikya.
b.      Lobus oksipital (belakang),  untuk pusat penglihatan
c.       Lobus temporal (samping) untuk pusat pendengaran
d.      Lobus parietal (tengah) untuk pusat pengatur kulit dan otot terhadap panas, dingin, sentuhan,tekanan.
Antara bagian tengah dan belakang merupakan pusat perkembangan kecerdasan,ingatan,kemauan dan sikap
2. Batang otak(Truncus serebri) terdiri dari :
a. Diensephalon
Merupakan bagian batang otak paling atas,terdapat di antara serebrum dan mesensephalon,Adapun fungsinya yaitu :
v  Vasokonstriksi yaitu mengecilkan pembuluh darah
v  Respiratori
v  Mengontrol kegiatan refleks
v  Membantu pekerjaan jantung.
b. Mesensephalon (Otak tengah)
Terletak diantara pons dan Diensephalon. Di depan otak tengah  ada talamus dan hipotalamus,fungsinya:
v  Menjaga tetap tegak dan mempertahankan keseimbangan
v  Membantu pigmen mata dan mengangkat kelopak mata
v  Memutar mata dan pusat pergerakan mata
c. Pons varoli
Terletak antara Medula oblongata dan mesensephalon,Adapun fungsinya
v  Penghubung antara serebrum dan medula oblongata
v  pencernaan Pusat saraf N.Trigeminus,N.Optalmicus,N.Maxillaris dan N.Mandibularis
d. Medula oblongata
Merupakan bagian otak paling bawah,menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis,Adapun fungsinya yaitu:
v  Mengontrol kerja jantung
v  Vasokonstriksi
v  Pusat pernafasan
v  Mengontrol kegiatan refleks
3. Otak kecil (Serebelum)
Terletak di bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan dengan cerebrum,diatas medula oblangata, Adapun fungsinya yaitu :
v  Pusat keseimbangan
v  Mengkoordinasi dan mengendalikan ketepatan gerakan otot dgn baik
v  Menghantarkan impuls dari otot-otot bagian kiri dan kanan tubuh
Talamus
Pusat pengatur sensoris untuk serabut aferen dari medula spinalis ke serebrum
Hipotalamus
v  Berperan penting dalam pengendalian aktivitas SSO yg melakukan fungsi vegetative penting untuk kehidupan seperti pengaturan frekuensi jantung, TD, Suhu tubuh, keseimbangan air, selera makan, saluran pencernaan dan aktivitas seksual
v  Sebagai pusat otak untuk emosi seperti kesenangan, nyeri, kegembiraan dan kemarahan.
v  Memproduksi hormone yg mengatur pelepasan atau inhibisi hormion kelenjar hipofisis, sehingga mempengaruhi keseluruhan system endokrin.
4. SUMSUM TULANG BELAKANG (Medulla spinalis)
Merupakan bagian SSP yang terletak di dalam canalis cervikalis bersama     ganglion radix pos yang terdapat pada setiap toramen intervertebralis terletak berpasangan kiri dan kanan
Fungsi sumsum tulang belakang adalah :
a.       Penghubung impuls dari dan ke otak
b.      Memungkinkan jalan terpendek  pada gerak refleks
c.       Organ ini mengurus persyarafan tubuh,anggota badan  dan bagian kepala
Cairan serebrospinal
a.       Terdapat pd ruang subaraknoid yang mengisi ventrikel dlm otak yg terletak antara araknoid dan piameter
b.      Lapisan pelindung otak (piameter, araknoid dan durameter)
c.       Menyerupai plasma dan cairan interstisial tp tdk mengandung protein
Fungsinya:
Sebagai bantalan untuk jaringan lunak otak dan medulla spinalis
Sebagai media pertukaran nutrient dan zat buangan antara darah dan otak serta medulla spinalis
Syaraf Kranial
terdapat 12 pasang syaraf cranial yaitu:
1.      sk i (olfactorius): s, penciuman
2.      sk ii (opticus): s, penglihatan, input refleks fokusing dan konstriksi pupil di limbik
3.      sk iii (okulomotorius): m, pergerakan bola mata elevasi alis, konstriksi pupil dan memfokuskan lensa
4.      sk iv (trochlearis): m, pergerakan bola mata ke bawah
5.      sk v (trigeminus):
ov1(syaraf optalmik): s, input dari kornea, rongga hidung bagian atas, kulit kepala bagian frontal, dahi, bagian atas alis, konjungtiva kelenjar air mata
ov2 (syaraf maksilari): s, input dari dagu, bibir atas, gigi atas, mukosa rongga hidung, palatum, faring
ov3 (syaraf mandibular): s,m, input dari lidah (bukan pengecapan), gigi bawah, kulit di bawah dagu, mengunyah
6.      sk vi (abdusen): m, pergerakan mata ke lateral
7.      sk vii (fasialis): s,m, pengecapan, salivasi, lakrimasi, pergerakan otot wajah
8.      sk viii(vestibulocochlearis): vestibular untuk keseimbangan, cochlearis untuk pendengaran
9.      sk ix(glossofaringeus): s,m pengecapan, sensasi lain dari lidah, salivasi dan menelan
10.  sk x (vagus): s,m, menelan, monitor kadar oksigen dan karbondioksida darah, tekanan darah, kegiatan organ visceral lain
11.  sk xi(aksesorius): m, produksi suara di laring, pergerakan kepala dan bahu, muscle sense
12.  sk xii(hipoglosus): m, pergerakan lidah saat bicara, mengunyah, muscle sense



DAFTAR PUSTAKA

Sloane ethel.,2004,Anatomi dan fisiologi untuk pemula,penerbit buku kedokteran EGC,Jakarta.
Tan hoan tjong dan kirana rahardja,2002,Obat-obat penting edisi kelima,PT.Elex media komputindo,Jakarta.
Mycek dkk,-,Farmakologi ulasan bergambar edisi 2,Widya medika,Jakarta.
Olson james,2003,Belajar mudah farmakologi,EKG,Jakarta.
Ganiswarna G sulistia,1995,Farmakologi dan terapi edisi 4,Fakultas kedokteran UI,Jakarta.
Anonim,2001,Buku ajar fisiologi tubuh manusia,Gajah mada press,Jakarta
http//arahmancempi.blogspot.com





Kewasapadaan Di Rumah Sakit


KEWASPADAAN DI RUMAH SAKIT

 Oleh :

ARAHMAN
09 071 014 018



Kewaspadaan
            Kewaspadaan merupakan kombinasi segi-segi utama dari kewaspadaan universal (dirancang untuk mengurangi risiko penularan patogen melalui darah dari darah dan cairan tubuh) dan isolasi zat tubuh (dirancang untuk mengurangi risiko penularan penyakit dari zat tubuh yang lembab).
Kewaspadaan standar diterapkan untuk:
1.      Darah
2.      Seluruh cairan tubuh, sekresi dan eksresi, kecuali keringat, tidak tergantung apakah ada atau tidak kandungan darah yang terlihat;
3.      Kulit yang tidak utuh; dan
4.      Selaput lendir.
Kewaspadaan standar dimaksudkan untuk mengurangi risiko penularan mikroorganisme dari kedua sumber dari infeksi di rumah sakit yang dikenal maupun yang tidak dikenal. Dalam prinsip kewaspadaan standar, semua darah dan cairan tubuh harus dipertimbangkan secara potensial terinfeksi dengan penyakit menular-darah termasuk HIV dan hepatitis B dan C, tanpa terkait dengan status ataupun faktor-faktor risiko seseorang.
Kewaspadaan standar termasuk penggunaan:
·         Cuci tangan
·         Alat pelindung diri (sarung tangan, pakaian, masker, kapan saja menyentuh atau terpajan cairan tubuh pasien perlu diantisipasi);
·         Penempatan pasien
·         Praktek terhadap lingkungan (pembuangan limbah, tata rumah tangga, seprei/selimut yang kotor);
·         Penanganan dan pembuangan benda-benda tajam
·         Cara-cara kerja
·         Penanganan dan pengangkutan contoh (specimen)
·         Perawatan peralatan (pencucian, pengangkutan dan pelayanan).

Mengapa kewaspadaan standar menjadi penting?
            Terpajan darah dan cairan tubuh dapat menyebarkan infeksi seperti hepatitis B dan C, bakteri, virus dan HIV. Pajanan ini dapat terlihat dengan jelas (seperti ketika menggunakan spuit untuk menusuk kulit) atau tidak kentara (saat darah atau cairan tubuh dari orang yang terinfeksi kontak dengan lecet kecil pada perawat). Infeksi dapat ditularkan dari pasien ke pasien yang lain, dari pasien ke tenaga kesehatan atau dari tenaga kesehatan kepada pasiennya (meskipun hal ini jarang terjadi). Tidak mengikuti kewaspadaan standar dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya penularan infeksi yang sebenarnya dapat dihindari.
Bagaimana kewaspadaan standar terjamin?
Sebelum tenaga kesehatan dapat mematuhi prosedur kewasapadaan standar, otoritas nasional dan lembaga pelayanan kesehatan harus menjamin bahwa semua pedoman dan kebijakan mereka cocok diterapkan di lokasi dan bahwa peralatan dan persediaannya mencukupi. Untuk memudahkan tenaga kesehatan mematuhi praktek pengendalian infeksi, kebijakan dan pedoman tingkat nasional dan lembaga pemerintah harus:
·         Memastikan bahwa stafnya telah dididik untuk memperlakukan semua zat/substansi tubuh sebagai bahan yang infeksius. Tenaga kesehatan harus dididik mengenai risiko pekerjaannya dan harus memahami kebutuhan menggunakan kewaspadaan standar bagi semua orang, di setiap waktu, tanpa memandang diagnosisnya. Pendidikan selama pelayanan secara reguler harus disediakan bagi semua tenaga medis maupun nonmedis di lingkungan perawatan kesehatan. Sebagai tambahan, pendidikan pra-pelayanan untuk semua tenaga kesehatan harus juga mengagendakan aspek kewaspadaan standar.
·         Memastikan bahwa tersedia para staf, pasokan dan sarana yang memadai.     Sementara pendidikan bagi tenaga kesehatan adalah esensial, hal itu tidak cukup untuk menjamin bahwa kewaspadaaan standar telah diperhatikan dengan baik. Untuk mencegah bahaya dan infeksi kepada pasien dan karyawan, sarana kesehatan harus menyediakan bahan-bahan yang diperlukan perawatan klinis. Sebagai contoh, pasokan yang steril dan bersih, harus tersedia dengan cukup, walau di lingkungan dengan sumber daya yang terbatas.
·         Penggunaan peralatan injeksi sekali pakai, yang langsung dibuang harus tersedia dalam jumlah yang cukup bagi setiap obat-obat injeksi yang ada dalam persediaan. Air, sarung tangan, bahan-bahan pencuci, alat-alat untuk disinfeski dan sterilisasi termasuk alatalat untuk memantau dan mengawasi proses ulang yang harus dilakukan. Persediaan air yang cukup dan mudah didapat adalah kunci bagi upaya pencegahan infeksi yang berkaitan dengan tempat pelayanan kesehatan. (Walaupun air mengalir tidak tersedia di semua tempat, tetapi semua cara untuk mendapatkan air yang cukup harus terjamin). Alat-alat untuk pembuagan yang aman bagi limbah medis dan laboratorium, dan tinja harus tersedia.
·         Mengadopsi standar-standar lokal yang cocok untuk menjamin keselamatan pasien dan karyawan, merupakan upaya yang berdasarkan bukti dan efektif. Penggunaan yang tepat dari persediaan, kebutuhan pendidikan dan pengawasan staf, harus digambarkan dengan jelas dalam kebijakan dan pedoman lembaga. Lebih lanjut, kebijakan dan pedoman harus didukung oleh ketersediaan pasokan dan standar untuk memantau dan mengawasi upaya yang telah ditetapkan.
·         (Pengawasan reguler pada lingkungan perawatan kesehatan dapat membantu menghambat atau mengurangi risiko bahaya yang berhubungan dengan perawatan kesehatan di tempat kerja). Jika terjadi cedera atau kontaminasi yang mengakibatkan terpajan dengan bahan yang telah terinfeksi HIV, konseling, pengobatan, tindak lanjut dan perawatan pasca pajanan, harus tersedia.
·         Mencari upaya untuk mengurangi prosedur-prosedur yang tidak diperlukan. Sarana kesehatan harus menentukan kapan prosedur berisiko telah terlihat, dan tenaga kesehatan butuh untuk dilatih untuk menjalankan prosedur yang hanya dilakukan saat benar-benar diperlukan. Sebagai contoh, pekerja harus menghindari transfusi darah saat tidak diperlukan dan harus mengganti dengan prosedur yang lebih aman jika memungkinkan (seperti penggunaan larutan pengganti). Injeksi yang tidak perlu harus juga dihilangkan. Bilamana pengobatan dibutuhkan, pedoman harus merekomendasikan penggunaan obat oral bila sesuai. Kepatuhan terhadap pedoman ini tetap harus dipantau.
·         Membentuk suatu kelompok multidisiplin untuk menilai dan mengagendakan penggunaan kewaspadaan standar. Sebuah kelompok multidisiplin harus disusun untuk menyampaikan masalah pencegahan, menilai cara dan sumber daya yang ada sekarang untuk pencegahan, membangun sistem surveilen untuk mendeteksi pasien dan tenaga kesehatan dari akuisisi infeksi, membangun kebijakan dan prosedur, mendidk personil dan memantau kepatuhan.
·         Menciptakan tuntutan konsumen terhadap praktek perawatan kesehatan yang lebih aman. Tuntutan untuk prosedur kerja yang aman, seperti penggunaan peralatan injeksi yang baru, langsung dibuang, sekali pakai dan pengobatan oral, dapat membantu memepercepat pelembagaan kewaspadaan standar.
            Sumber daya manusia, infrastuktur dan pasokan yang dibutuhkan
Sebagai tambahan bagi pedoman institusional dalam pengendalian infeksi, persediaan dan sarana yang dijelaskan diatas harus tersedia: tempat mencuci tangan, penigkatan persediaan air, peningkatan sistem ventilasi, sarana sterilisasi, persediaan pencucian, obat-obat oral, jarum dan spuit steril sekali pakai, wadah benda tajam, desinfektan, kapasitas leboratorium, peralatan dan reagen laboratorium, dan obat anti-retroviral. Pengelolaan limbah pelayanan kesehatan mungkin membutuhkan konstruksi khusus, seperti inienerator dan pilihan lain dari insinerator.
            Mengangkat seorang spesialis pengendalian infeksi atau seorang staf administratif untuk mengurangi angka infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan akan sangat menguntungkan. Upaya-upaya pencegahan infeksi harus menjadi bagian dari pelatihan tenaga kesehatan tersebut, yang harus diawasi secara rutin dalam pekerjaannya. Usaha-usaha khusus harus dibuat untuk memantau dan mengurangi prosedur invasif yang tidak diperlukan. Sebagai tambahan, asosiasi profesi, termasuk asosiasi perawat nasional dan asosiasi kedokteran nasional, harus bersatu dalam melindungi tenaga kesehatan dan mendukung prinsip “kerjakan sejak pertama tanpa membahayakan”.
Apakah itu infeksi nosokomial?
‘Infeksi nosokomial’ adalah infeksi yang terdapat dalam sarana kesehatan. Sebetulnya rumah sakit memang sumber penyakit! Di negara maju pun, infeksi yang didapat dalam rumah sakit terjadi dengan angka yang cukup tinggi. Misalnya, di AS, ada 20.000 kematian setiap tahun akibat infeksi nosokomial. Di seluruh dunia, 10 persen pasien rawat inap di rumah sakit mengalami infeksi yang baru selama dirawat – 1,4 juta infeksi setiap tahun. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8 persen pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat.
Rantai penularan
Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab (di bagian tengah gambar berikut), yang ada pada sumber. Kuman keluar dari sumber melalui tempat tertentu, kemudian dengan cara penularan tertentu masuk ke tempat tertentu di pasien lain. Karena banyak pasien di rumah sakit rentan terhadap infeksi (terutama Odha yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah), mereka dapat tertular dan jatuh sakit ‘tambahan’. Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari pasien tersebut dan meneruskan rantai penularan lagi.

Sejarah pengendalian infeksi di rumah sakit
Pada 1847, seorang dokter bernama Ignaz Semmelweis bekerja di bagian kebidanan di sebuah rumah sakit di Vienna, Austria. Semmelweis mengamati bahwa angka kematian di antara ibu di bangsal yang dilayani oleh mahasiswa kedokteran tiga kali lebih tinggi dibandingkan bangsal yang dilayani oleh bidan. Semmelweis mendalilkan bahwa hal ini terjadi karena mahasiswa langsung ke bangsal kebidanan setelah belajar otopsi (bedah mayat), dan membawa infeksi dari mayat ke ibu yang melahirkan. Dia memerintahkan dokter dan mahasiswa untuk mencuci tangannya dengan larutan klorin sebelum memeriksakan ibu tersebut. Setelah aturan ini diterapkan, angka kematian menurun menjadi serupa dengan bangsal yang dilayani oleh bidan.
Dengan masalah infeksi nosokomial menjadi semakin jelas, dicari kebijakan baru untuk menguranginya. Solusi pertama pada 1877 adalah mendirikan rumah sakit khusus untuk penyakit menular. Pengenalan sarung tangan lateks pada 1887 membantu mengurangi penularan. Tetapi dengan peningkatan mortalitas (angka kematian) di 1960-an, Departemen Kesehatan di AS pada 1970 mengeluarkan kebijakan untuk mengisolasikan semua pasien yang diketahui tertular infeksi menular. Namun kebijakan ini kurang berhasil serta menimbulkan banyak masalah lain. Perhatian pada masalah ini menjadi semakin tinggi dengan munculnya HIV pada 1985, kebijakan kewaspadaan universal dikenalkan pada 1985.
Teknik isolasi
Sesuai dengan kebijakan ini yang dikembangkan pada 1970, semua pasien yang diketahui terinfeksi penyakit menular melalui tes wajib diisolasi. Kebijakan ini menentukan tujuh kategori isolasi berdasarkan sifat infeksinya (daya menular, ganas, dll.). Kewaspadaan khusus (sarung tangan dsb.) dengan tingkat yang ditentukan oleh kategori hanya dipakai untuk pasien ini.
Teknik isolasi mengurangi jumlah infeksi nosokomial, tetapi timbul beberapa tantangan:
·         Peningkatan dalam jenis dan jumlah infeksi menular, sehingga semakin banyak tes harus dilakukan, dan semakin banyak pasien harus diisolasi
·         Hasil tes sering diterima terlambat, sering setelah pasien pulang
·         Biaya sangat tinggi, bila semua orang dites untuk setiap infeksi
·         Stigma dan diskriminasi meningkat bila hanya pasien yang dianggap berisiko tinggi dites untuk menenkankan biaya
·         Hasil tes dapat negatif palsu (hasil negatif walau terinfeksi), terutama dalam masa jendela, dengan akibat petugas layanan kesehatan kurang waspada
·         Sebaliknya hasil tes positif palsu (hasil positif walau tidak terinfeksi), dengan akibat kegelisahan untuk pasien dan petugas layanan kesehatan
·         Perhatian pada hak asasi mengharuskan pasien memberi informed consent (disertai oleh konseling untuk HIV) – apa yang dilakukan bila pasien tidak menyetujui tes?
·         Sangat sulit menjaga kerahasiaan
Dasar pemikiran kewaspadaan universal
Sejak AIDS diketahui, kebijakan baru yang bernama kewaspadaan universal (KU) dikembangkan. Kebijakan ini menganggap bahwa setiap darah dan cairan tertentu lain dapat mengandung infeksi, tidak memandang status sumbernya. Lagi pula, semua alat medis harus dianggap sebagai sumber penularan, dan penularan dapat terjadi pada setiap layanan kesehatan, termasuk layanan kesehatan gigi dan persalinan, pada setiap tingkat (klinik dan puskesmas sampai dengan rumah sakit rujukan). Harus ditekankan bahwa kewaspadaan universal dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi terhadap penularan HIV tetapi yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain yang dapat parah dan sebetulnya lebih mudah menular, mis. virus hepatitis B dan C. Petugas layanan kesehatan harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan semua pasien. Kita biasanya menganggap cairan yang dapat menular HIV sebagai darah, cairan kelamin dan ASI saja. Namun ada cairan lain yang dapat mengandung kuman lain, dan dalam sarana kesehatan, lebih banyak cairan tubuh biasanya tersentuh. Contohnya, walaupun tinja tidak mengandung HIV, cairan berikut mengandung banyak kuman lain:
Nanah, cairan ketuban, cairan limfa, kskreta: air seni, tinja, dll...
Kegiatan yang paling berisiko
Jelas ada beberapa kegiatan yang umum dilakukan oleh petugas layanan kesehatan yang menimbulkan risiko, termasuk:
·         Suntikan/ambil darah
·         Tindakan bedah
·         Tindakan kedokteran gigi
·         Persalinan
·         Bersihkan darah/cairan lain
  Sebaliknya ada beberapa perilaku yang salah, yang menempatkan petugas layanan kesehatan atau pasien dalam keadaan berisiko, termasuk:
·         Tutup jarum suntik kembali
·         Salah letak jarum atau pisau/alat tajam
·         Sentuh pasien tanpa cuci tangan
Unsur kewaspadaan universal yang berikut melindungi terhadap tindakan ini:
·         Alat pelindung Cuci tangan
·         Pakai alat pelindung yang sesuai
·         Pengelolaan alat tajam (disediakan tempat khusus untuk membuang jarum suntik dan semprit)
·         Dekontaminasi, sterilisasi, disinfeksi
·         Pengelolaan limbah
Alat pelindung kewaspadaan 
universalUnsur kedua kewasapadaan universal adalah penggunaan alat pelindung yang sesuai tindakan. Alat yang dibutuhkan dapat hanya sarung tangan (mis. untuk ambil darah) hingga semua alat ini yang dibutuhkan oleh seorang bidan waktu membantu kelahiran. Namun perawat yang hanya menyentuh pasien tidak membutuhkan sarung tangan – yang penting cuci tangan sebelum dan sesudahnya.
·         Sarung tangan
·         Celemek
·         Masker – pelindung muka
·         Kacamata
·         Pelindung kaki
Perawatan di rumah
Kewaspadaan universal tidak hanya dibutuhkan dalam sarana kesehatan resmi, tetapi juga terkait perawatan di rumah. Sekali lagi, tujuan utama adalah untuk melindungi Odha dan keluarga/tim perawatan dari berbagai infeksi, bukan hanya HIV – justru risiko penularan HIV pada keluarga di rumah sangat amat rendah. Jadi kita harus menganggap sebagian besar cairan tubuh sebagai sumber infeksi.
Prosedur kewaspadaan universal untuk perawatan di rumah serupa dengan di rumah sakit, hanya mungkin lebih sederhana. Bila tidak ada sarung tangan, secara darurat kita dapat memakai kantong plastik yang utuh. Yang penting kita menutup semua luka pada kulit dengan plester luka. Mungkin yang paling penting adalah untuk menjaga kebersihan di rumah. Cucian biasanya tidak membutuhkan perhatian khusus asal tidak tercermar cairan; bila tercemar lebih baik dicuci dengan pemutih dulu (larutan klorin 0,5%) dengan memakai sarung tangan, kemudian dapat dicuci dengan sabun seperti biasa.





DAFTAR PUSTAKA

Freeman Mason W, Junge Christine. Kolesterol Rendah Jantung Sehat. Jakarta : BIP, 2008.

.Razak RA. Artikel MPOC. Kolesterol Berlebihan Risiko Sakit

Anonymous. Atasi Stroke dengan Cabai. 2008 Oct. (cited 2009 feb 9).
.
Murray Robert K, Granner Daryl K, Mayes Peter A, Rodwell Victor W. Bani Anna P,

Sikumbang Tiara M. N, editor. Biokimia Harper. 25th ed. Jakarta : EGC. 2003.

Japardi Iskandar. Patomekanisme stroke infark aterotrombotik. 2002 (cited 2009)