Kamis, 28 Juni 2012

5 Minuman Sehat Pengganti Air Putih


5 Minuman Sehat Pengganti Air Putih

Ghiboo.com - Kelelahan terkadang membuat tubuh mengalami dehidrasi. Meneguk segelas air putih bisa menjadi cara terbaik untuk menghidrasi tubuh. Sayangnya, tidak semua orang menyukai minum air putih. Tak jarang, orang lebih memilih minuman manis atau berelektrolit yang dipercaya mampu mengembalikan ion tubuh yang hilang dan mencegah dehidrasi.

Namun, sebaiknya Anda tidak mengonsumsi minuman tersebut. Seperti dilansir Boldsky, Senin (27/2), ada beberapa minuman pengganti air putih yang baik ketika dehidrasi melanda.

Air Kelapa

Air kelapa muda merupakan alternatif mengatasi dehidrasi terbaik bagi tubuh dan sangat aman untuk dikonsumsi sepanjang hari. Air kelapa juga banyak mengandung berbagai mineral baik, seperti kalium, kalsium, natrium, belerang, fosfor dan klorida.

Minuman ini juga bermanfaat sebagai diuretik, yaitu sangat efektif untuk memperlancar pengeluaran air seni, diare dan heart burn. Selain itu, air kelapa juga tidak mengandung kolesterol dan rendah lemak, sehingga lebih bernutrisi jika dibandingkan dengan susu.

Buttermilk


Buttermilk merupakan susu sisa setelah lemak diangkat dari susu kental. Susu sisa ini sangat dianjurkan bagi penderita gangguan lambung, karena susu ini bekerja untuk menetralkan asam yang dikeluarkan oleh lambung dan mendinginkan perut. Selain itu, buttermilk merupakan sumber kalsium, riboflavin, dan vitamin.

Kandungan asam dari buttermilk juga melawan bakteri dan kuman. Untuk mengontrol diare, cobalah minum buttermilk dipadukan dengan sedikit garam, tiga hingga empat kali sehari.

Jus dari Buah-buahan Citrus

Segelas jus lemon yang segar atau kemasan merupakan cara terbaik untuk mendapatkan energi secara instan. Minuman ini juga mengandung banyak vitamin dan antioksidan yang dapat menyegarkan tubuh yang lelah.

Sup

Sup hangat setiap hari menjadi cara tersehat untuk mengembalikan cairan dalam tubuh. Makanan ini juga mengandung vitamin komplit, mineral dan pembangkit energi. Sayuran rebus yang terdapat didalamnya juga memiliki nilai gizi yang tinggi dan dapat mengenyangkan perut.

Popsicles

Popsicles merupakan air jus yang dibekukan dan bisa dijadikan alternatif terbaik sebagai pengganti air. Di dalam es krim terkandung 60-65 persen air. Jadi, ketika Anda merasa kelelahan dan haus, Anda boleh memakan eskrim yang dapat meningkatkan energi dan membantu menyingkirkan rasa lapar

SUARA KAUM PINGGIRAN: POLEMIK KEHADIRAN TAMBANG DI DOMPU

SUARA KAUM PINGGIRAN: POLEMIK KEHADIRAN TAMBANG DI DOMPU: Gelombang demonstrasi menolak kehadiran tambang di kec. hu'u Kab. Dompu akhir-akhir ini marak terjadi. Para demonstran menuntut beberapa p...

JURNAL KEPERAWATAN JIWA


JURNAL KEPERAWATAN JIWA
HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA
DENGAN TINGKAT KECEMASAN DALAM MENGHADAPI
ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI
GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA
PROPINSI SUMATERA UTARA, MEDAN.



OLEH
ARAHMAN
09 071 014 018

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR
MAKASSAR
2012


ABSTRAK
Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat dan lingkungan. Keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa perlu mempunyai pengetahuan tentang
gangguan jiwa. Oleh karena keluarga sering merasakan kecemasan dalam menghadapi anggota keluarganya yang menderita gangguan jiwa. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dengan menggunakan desain deskriptif korelasional. Instrumen dibuat dalam bentuk kuesioner dan dibagi dalam 2 bagian yaitu kuesioner untuk mengukur pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa dan kuesioner untuk mengukur tingkat kecemasan keluarga. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 32 keluarga dengan menggunakan teknik purposive sampling. Berdasarkan analisis statistik korelasi Spearman diperoleh nilai koefisien korelasi (ρ)= - 0.460 dan nilai signifikan (p) = 0.008 untuk hubungan pengetahuan dengan tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, 0.460 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
sedang dan tanda negatif menunjukkan ketidaksearahan, ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pengetahuan maka tingkat kecemasan semakin ringan. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dengan p = 0.008 karena terletak di bawah dari 0.01. Dapat disimpulkan bahwa perlu adanya peningkatan dan pengembangan asuhan keperawatan dalam pemberian pendidikan kesehatan khususnya dalam keperawatan jiwa dan keperawatan komunitas.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan. Pengertian seseorang tentang penyakit gangguan jiwa berasal dari apa yang diyakini sebagai faktor penyebabnya yang berhubungan dengan biopsikososial (Stuart & Sundeen, 1998).
Menurut hasil Studi Bank Dunia WHO menunjukkan bahwa beban yang ditimbulkan gangguan jiwa sangat besar, di mana terjadi global burden of disease akibat masalah kesehatan jiwa mencapai 8,1%. Angka ini lebih tinggi dari TBC (7,2%), kanker (5,8%), penyakit jantung (4,4%), dan malaria (2,6%) (Siswono, 2001).
Dengan melihat kondisi masalah kesehatan jiwa lebih besar angkanya dibandingkan dengan masalah kesehatan lainnya, maka dalam laporan “Kesehatan mental: pemahaman baru, harapan baru” oleh Brundtland (2001) melaporkan bahwa pendekatan kesehatan masyarakat terutama keluarga dalam penanganan kesehatan mental memiliki peranan yang penting, pemahaman keluarga menjadi hal utama dalam mendukung kesembuhan penderita gangguan jiwa (Walujani, 2001).
Menurut Yip (2005) dalam penelitian yang dilakukannya di Cina terhadap keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa, diperoleh bahwa 90% keikutsertaan keluarg dalam pengobatan psikiatris dan rehabilitasi klien mampu mengembalikan kondisi klien ke keadaan normal (Yip, K.S, 2005).
Berdasarkan survei pada beberapa orang dengan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa diperoleh bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan keluarga tidak aktif dalam memberikan perhatian dan pengobatan pada penderita gangguan jiwa (Biegel et al., 1995 dikutip dari Stuart & Laraia, 2001). Ada beberapa masalah yang teridentifikasi yang dialami oleh keluarga yaitu meningkatnya stres dan kecemasan keluarga, sesama keluarga saling menyalahkan, kesulitan pemahaman (kurangnya pengetahuan keluarga) dalam menerima sakit yang diderita oleh anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa dan pengaturan sejumlah waktu dan energy keluarga dalam menjaga serta merawat penderita gangguan jiwa dan keuangan yang akan dihabiskan pada penderita gangguan jiwa.
Pengetahuan keluarga mengenai kesehatan mental merupakan awal usaha dalam memberikan iklim yang kondusif  bagi anggota keluarganya. Keluarga selain dapat meningkatkan dan mempertahankan kesehatan mental anggota keluarganya, juga dapat menjadi sumber problem bagi anggota keluarga yang mengalami ketidakstabilan mental sebagai akibat minimnya pengetahuan mengenai persoalan kejiwaan keluarganya (Notosoedirdjo & Latipun, 2005).
Dengan melihat kondisi ini peneliti ingin melakukan pengkajian yang lebih lanjut tentang seberapa dalam pengetahuan keluarga berpengaruh terhadap tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi klien gangguan jiwa. Peneliti sebelumnya telah melakukan survei awal ke RS Jiwa Propsu Medan dan di sana peneliti mendapatkan informasi bahwa belum ada peneliti lain yang meneliti tentang penelitian ini sebelumnya.
Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti ingin mengetahui bagaimana hubungan pengetahuan keluarga terhadap tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa di RS Jiwa Propsu Medan.
Pertanyaan Penelitian
1.      Bagaimana pengetahuan keluarga mengenai gangguan jiwa?
2.      Bagaimana tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa?
3.      Bagaimana hubungan pengetahuan keluarga terhadap tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa?
Tujuan Penelitian
1.      Mengidentifikasi pengetahuan keluarga mengenai gangguan jiwa.
2.      Mengidentifikasi tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
3.      Mengidentifikasi hubungan pengetahuan keluarga klien gangguan jiwa terhadap tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Manfaat Penelitian
1.      Praktik keperawatan
Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar dalam melakukan intervensi pada keluarga klien gangguan jiwa yang berkaitan dengan peningkatan kesembuhan klien dan sebagai peningkatan motivasi terhadap perawat untuk melakukan kunjungan rumah.
2.      Penelitian keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang berharga bagi peneliti, sehingga dapat menerapkan pengalaman ilmiah yang diperoleh untuk penelitian yang akan datang mengenai program perawatan klien gangguan jiwa beserta keluarganya.
3.      Pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan di bagian keperawatan jiwa dan keperawatan komunitas dalam hal pemberian asuhan keperawatan pada klien dan keluarga gangguan jiwa.
METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasional yaitu untuk mengidentifikasi pengetahuan dan tingkat kecemasan keluarga tentang gangguan jiwa serta mengidentifikasi hubungan pengetahuan keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Propsu Medan.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah keluarga inti yang salah satu anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa dan rawat jalan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Propsu Medan.
Penentuan jumlah sampel menggunakan derajat ketepatan (á) yang besarnya 0.05
dan analisis kekuatan sebesar 80% serta effect size sebesar 50%, sehingga didapatkan sampel sebanyak 32 orang (Polit & Hungler, 1995).
            Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan cara purposive sampling. Teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah peneliti), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang ada (Nursalam, 2003). Kriteria yang ditentukan untuk subyek penelitian adalah keluarga inti yang salah satu anggota keluarga mengalami gangguan jiwa dan bersedia menjadi responden.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Propsu Medan. Alasan peneliti memilih Rumah Sakit Jiwa Propsu Medan sebagai tempat penelitian karena merupakan rumah sakit jiwa pusat di Medan dan memiliki jumlah penderita gangguan jiwa dengan anggota keluarganya relatif banyak sehingga dapat memenuhi kriteria sampel yang diinginkan.
Pertimbangan Etik Penelitian
Peneliti terlebih dahulu memberikan penjelasan kepada calon responden penelitian tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Kemudian peneliti menyerahkan langsung lembar persetujuan penelitian kepada responden. Jika responden
bersedia diteliti maka terlebih dahulu harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya. Peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner kepada responden agar responden mengerti untuk mengisinya. Untuk menjaga kerahasian responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu. Kerahasian informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti (Brink & Wood, 1994).
Instrumen Penelitian
Kuesioner penelitian
Bagian instrumen pertama berisi pernyataan untuk mengidentifikasi pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa dimodifikasi berdasarkan tinjauan
pustaka mengenai gangguan jiwa. Pengetahuan yang peneliti ukur hanya sampai tingkat
pengetahuan yang paling rendah yaitu tahap ‘tahu’ (know). Bagian ini terdiri dari 20 pernyataan dengan jawaban “ya/tidak”, terbagi atas 10 pernyataan favourable
(positif) pada pernyataan No. 1, 2, 4, 6, 7, 8, 10, 15, 18, dan No. 20 dengan jawaban “ya” diberi skor 1 dan jawaban “tidak” diberi skor 0, kemudian 10 pernyataan
unfavourable (negatif) pada pernyataan No. 3, 5, 9, 11, 12, 13, 14, 16, 17, dan No. 19
dengan jawaban “ya” diberi skor 0 jawaban “tidak” diberi skor 1.
Bagian instrumen kedua berisi pernyataan untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Bagian ini terdiri dari 12 pernyataan yang dimodifikasi dari model instrumen Spielberger et al. (1970) State Trait Anxiety Inventory (STAI) dengan pilihan jawaban “tidak pernah”, “kadangkadang”, “sering”, dan “selalu/terusmenerus”. Skor tertinggi pada skala ini adalah 4 dan skor terendah adalah 1. Skor pada skala ini adalah “terus-menerus” (TM) diberi skor 4, “sering” (S) diberi skor 3, “kadang-kadang” (KK) diberi skor 2, dan “tidak pernah” (TP) diberi skor 1.
Reliabilitas dan validitas instrumen
Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitas) instrumen dilakukan uji reliabilitas instrumen. Uji reliabilitas ini dilakukan sebelum pengumpulan data kepada 10 orang responden yang memenuhi kriteria sampel kemudian peneliti menilai responsnya. Dari hasil uji Cronbach Alpha pada akhir penelitian diperoleh untuk instrumen pengetahuan dan tingkat kecemasan didapatkan untuk instumen pengetahuan nilai α = 0,719 dan untuk instrumen tingkat kecemasan nilai α = 0,881, ini menunjukkan bahwa kedua instrumen reliabel. Uji validitas instrumen dilakukan oleh ahli dalam Keperawatan Jiwa dari departemen Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara, Medan.
Teknik Pengumpulan Data
Pada tahap awal peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara), kemudian permohonan izin yang telah diperoleh dikirimkan ke tempat penelitian (Rumah Sakit Jiwa Propsu Medan). Setelah mendapat izin, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian. Peneliti menentukan responden sesuai dengan kriteria yang telah dibuat sebelumnya. Apabila peneliti menemukan calon responden yang memenuhi kriteria cukup banyak maka calon responden tersebut dipilih sesuai dengan keinginan peneliti. Selanjutnya peneliti menjelaskan pada calon responden tersebut tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner, kemudian calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani surat persetujuan. Kemudian responden diminta untuk mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti.
Analisis Data
Pengetahuan keluarga gangguan jiwa dibagi dalam 3 kategori, yaitu “baik” = 14-20, “sedang” = 7-13, dan “buruk” = 0-6. Tingkat kecemasan keluarga gangguan jiwa dibagi dalam 4 kategori, yaitu “cemas ringan” = 1-12, “cemas sedang” = 13-25, “cemas berat” = 26 - 38, dan “panik” = 39-48.
Data demografi disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan presentase serta data usia dan penghasilan dalam bentuk mean. Hasil analisis data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk melihat gambaran pengetahuan dan tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Hubungan pengetahuan keluarga dengan tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa akan dianalisis secara statistik dengan menggunakan formula korelasi Spearman. Nilai ñ menginterpretasikan kekuatan hubungan. Jika nilai ñ berada pada level 0.70–1.00 (baik plus ataupun minus) menunjukkan adanya derajat hubungan yang kuat, level 0.40-<0.70 (baik plus ataupun minus) menunjukkan adanya derajat hubungan yang sedang atau substansial, level 0.20-<0.40 menunjukkan adanya derajat hubungan yang lemah dan level<0.20 berarti dapat diabaikan.
Sedangkan untuk menginterpretasikan nilai signifikan (p) untuk uji 1 arah, jika nilai p kurang dari atau sama dengan nilai á (0.05) Jika nilai ñ berada pada level 0.70–1.00 (baik plus ataupun minus) menunjukkan adanya derajat hubungan yang kuat, level 0.40-<0.70 (baik plus ataupun minus) menunjukkan adanya derajat hubungan yang sedang atau substansial, level 0.20-<0.40 menunjukkan adanya derajat hubungan yang lemah dan level<0.20 berarti dapat diabaikan.
Sedangkan untuk menginterpretasikan nilai signifikan (p) untuk uji 1 arah, jika nilai p kurang dari atau sama dengan nilai á (0.05) berarti terdapat hubungan yang signifikan dan bila nilai p lebih dari nilai á (0.05) berarti terdapat hubungan yang tidak signifikan (Devore, 1986; Sulaiman, 2003).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Karakteristik responden
Tabel 1 menunjukkan rata-rata usia responden adalah 38 tahun. Mayoritas responden adalah laki-laki (53,1%), menikah (68,7%), beragama Islam (53,1%), suku Jawa (53,1%), dengan latar belakang pendidikan SMU (34,4%). Responden yang bekerja paling banyak sebagai wiraswasta sebanyak 18 orang (56,3%), tingkat penghasilan < Rp 774.000 (43,7%) dan responden umumnya memiliki hubungan sebagai anak sebanyak 12 orang (37.5%).
Tabel 1 Gambaran data demografi keluarga
No
Data demogarafi
Jumlah
presentase
1
Usia
25 – 35 tahun
36 – 46 tahun
47 – 56 tahun
Mean : 38.25
SD : 9.45

13
12
7

40,6 %
37,5 %
21,9 %
2
Jenis Kelamin
Laki – laki
Perempuan

17
15

53,1%
46,9%
3
Status perkawinan
Belum menikah
Sudah menikah
Janda
Duda

3
22
3
4

9,4%
68,7%
9,4%
12,5%
4
Agama
Islam
Protestan

17
15

53,1%
46,9%
5
Suku bangsa
Jawa
Batak
17
15

53,1%
46,9%
6
Pendidikan terakhir
SD
SMP
SMU
Sarjana

2
5
14
11

6,2%
15,6%
43,8%
34,4%
7
Pekerjaan
PNS
Pegawai swasta
Wiraswasta
Lain-lain (privat)

8
5
18
1

5,0%
15,6%
56,3%
3,1%
8
Penghasilan
< Rp. 774.000
Rp.774.000–Rp.1.548.000
Mean : 1.56
SD : 1.50

14
18

43,7%
56,3%
9
Ikatan hubungan
Anak 12
Orangtua 6
Saudara 8
Suami / isteri 6


12
6
8
6

37,6 %
18,7 %
25,0 %
18,7 %
Pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa
            Dari 32 keluarga inti yang menjadi responden, 19 orang responden (59,4%) memiliki pengetahuan yang baik mengenai gangguan jiwa dan 13 orang responden (40,6%) yang memiliki pengetahuan sedang mengenai gangguan jiwa.
Tabel 2. Gambaran pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sumatera Utara, Medan

Pengetahuan
Baik
19
(59,4%)
Sedang
13
(40,6%)
Buruk
0
(0%)


Tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Dari 32 keluarga inti yang menjadi responden, 15 responden (46.9%) yang mengalami tingkat kecemasan ringan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, 15 responden (46,9%) mengalami tingkat kecemasan sedang dan 2 responden (6,2%) mengalami tingkat kecemasan berat.
Tabel 3. Gambaran tingkat kecemasan keluarga.
Tingkat kecemasan
Ringan
15
(46,9%)
Sedang
15
(46,9)
Berat
2
(6,2)
Panic
0
(0%)

Analisis hubungan pengetahuan keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami ganggun jiwa
Analisis statistik didapatkan nilai korelasi Spearman (ρ) sebesar -0.460. Ini berarti bahwa terdapat hubungan yang sedang dan tidak searah antara pengetahuan keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang menghadapi gangguan jiwa. Dalam arti semakin tinggi pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa maka semakin ringan tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Dari analisis statistik juga diperoleh nilai signifikan (p) 0.008. Nilai ini lebih kecil dari level of significance (α) sebesar 0.01 dengan uji 2 tailed, ini berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Tabel 4. Hasil analisis korelasi pengetahuan dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sumatera Utara, Medan
Variabe 1
Variabel 2
P
p
Pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa
Tingkat kecemasan dalam mennghadapi anggota keluarga yang menghadapi gangguan jiwa
-0.460
0.008


Pembahasan
Pengetahuan keluarga mengenai gangguan jiwa
Berdasarkan jawaban 32 keluarga inti yang menjadi responden didapatkan bahwa 19 responden (59,4%) memiliki pengetahuan yang baik dan 13 responden (40,16%) memiliki pengetahuan sedang mengenai gangguan jiwa ini menunjukkan bahwa seluruh keluarga yang anggota keluarganya rawat jalan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sumatera Utara Medan sudah memiliki pengetahuan yang hampir baik dan tidak ada yang memiliki pengetahuan buruk mengenai gangguan jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan maupun diperoleh dari media informasi lainnya telah cukup efektif.
Pengetahuan keluarga mengenai kesehatan mental merupakan awal usahandalam memberikan iklim yang kondusif bagi anggota keluarganya. Keluarga selain dapat meningkatkan dan mempertahankan kesehatan mental anggota keluarganya, juga dapat menjadi sumber masalah bagi anggota keluarga yang mengalami ketidakstabilan mental sebagai akibat minimnya pengetahuan mengenai persoalan kejiwaan keluarganya (Notosoedirdjo & Latipun, 2005).
Berdasarkan penelitian Pearson (1993) di Cina, didapatkan hasil bahwa dari 150 koresponden anggota keluarga yang salah satu anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa, keluarga yang memiliki pengetahuan yang baik sebanyak 78.3% dan selebihnya 21.7% koresponden tidak peduli akan kondisi keluarganya yang mengalami gangguan jiwa. Setelah dibandingkan antara kondisi anggota keluarga yang berpengetahuan baik dan yang tidak memiliki pengetahuan baik/tidak peduli diketahui bagaimana perawatan terhadap anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa, di mana kondisi keluarga yang berpengetahuan baik lebih terjaga dibandingkan pada keluarga yang tidak memiliki pengetahuan yang baik. Sehingga sangat diperlukan bagi keluarga untuk memiliki pengetahuan yang baik dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Berdasarkan jawaban 32 keluarga inti yang menjadi responden didapatkan
bahwa 15 responden (46,9%) memiliki tingkat kecemasan yang ringan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, kemudian 15 responden (46,9%) memiliki tingkat kecemasan sedang dan 2 responden (6,2%) memiliki tingkat kecemasan yang berat.
Kecemasan dapat dirasakan oleh individu ataupun sekelompok orang termasuk keluarga, kecemasan meliputi keluarga dan mereka sangat terbebani dengan kondisi penderita. Bahkan tidak sedikit keluarga yang sama sekali tidak mengetahui rencana apa yang harus mereka lakukan untuk menghadapi masalah gangguan jiwa salah satu anggota keluarganya. Kecemasan akan semakin meningkat tanpa pemahaman yang jernih mengenai masalah besar yang dihadapi keluarga. Terkadang masalah ini tidak dapat dihadapi dan semakin membuat konflik di dalam keluarga sehingga sering terjadi penolakan terhadap penderita gangguan jiwa (Brown & Bradley, 2002).
Dalam jurnal National Institue of Mental Health, Samuel Keith (1970) mengadakan penelitian mengenai pengalaman yang dirasakan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Keluarga lebih banyak merasakan kecemasan (58.6%) dibandingkan keadaan keluarga yang marah (12.7%) bahkan ada yang menolak (28.7%) keadaan anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa. Kecemasan dan berbagai pengalaman lainnya yang dirasakan oleh keluarga merupakan hal yang wajar dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Hubungan pengetahuan dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Berdasarkan analisis diperoleh nilai
koefisien korelasi (ρ) = - 0.460 dan nilai signifikan p = 0.008 untuk hubungan pengetahuan dengan tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, 0.460 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sedang dan tanda negatif menunjukkan ketidaksearahan, dalam arti bahwa semakin tinggi pengetahuan maka tingkat kecemasan semakin ringan. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dengan p = 0.008 di bawah dari 0.01 (Devore, 1986).
Berdasarkan penelitian dari badan National Mental Health Association/NMHA (2001), diperoleh bahwa banyak ketidakmengertian ataupun kesalahpahaman keluarga mengenai gangguan jiwa, keluarga menganggap bahwa seseorang yang mengalami gangguan jiwa tidak akan pernah sembuh kembali. Namun faktanya, NMHA mengemukakan bahwa orang yang mengalami gangguan jiwa dapat sembuh dan dapat mulai kembali melakukan aktivitasnya (Foster, 2001). Tanpa adanya pemahaman yang jernih mengenai masalah gangguan jiwa yang dihadapi keluarga akan dapat menimbulkan kecemasan dan hal ini didukung oleh adanya penelitian yang dilakukan oleh Brown & Bradley (2002) pada keluarga yang memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dan didapatkan bahwa kecemasan keluarga akan semakin meningkat tanpa pengetahuan yang baik mengenai masalah gangguan jiwa yang dihadapi keluarga
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penelitian yang dilakukan terhadap 32 keluarga inti yang menjadi responden, yang salah satu anggota keluarganya berobat jalan di Poliklinik Rumah SakitnJiwa Propinsi Sumatera Utara Medan menggambarkan bahwa 59.4% responden memiliki pengetahuan yang baik mengenai gangguan jiwa, 40.6% responden memiliki pengetahuan yang sedang mengenai gangguan jiwa, 46.9% responden yang memiliki tingkat kecemasan ringan, 46.9% responden memiliki tingkat kecemasan yang sedang. Sementara itu 46,2% responden memiliki tingkat kecemasan yang berat dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan formula korelasi Spearman diperoleh koefisien korelasi (ρ) = - 0.460 dan nilai signifikan p = 0.008 untuk hubungan pengetahuan dengan tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, 0.460 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sedang dan tanda negative menunjukkan ketidaksearahan, dalam arti bahwa semakin tinggi pengetahuan maka tingkat kecemasan semakin ringan. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dengan p = 0.008. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan pengetahuan keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa memiliki hubungan yang sedang dan
signifikan.
Saran
1.      Praktik keperawatan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada anggota keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa, hendaknya perawat memperhatikan masalah pengetahuan keluarga dalam merawat anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa dengan memberikan pendidikan kesehatan yang dapat dimengerti oleh keluarga, Perawat juga diharapkan perlu mengkaji secara komprehensif faktor–faktor dominan yang mendukung timbulnya kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
2.      Pendidikan keperawatan
Pada penelitian ini didapatkan data bahwa adanya hubungan antara pengetahuan dan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, sehingga perlu diharapkan adanya peningkatan dan pengembangan asuhan keperawatan dalam pemberian pendidikan kesehatan khususnya dalam Keperawatan Jiwa dan Keperawatan Komunitas.
3.      Penelitian keperawatan
Pada penelitian ini didapatkan data adanya hubungan yang sedang antara pengetahuan dengan tingkat kecemasandalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, dan diperoleh nilai reliabilitas untuk instrumen pengetahuan masih rendah sehingga diharapkan untuk penelitian selanjutnya diperoleh nilai reliabilitas instrumen yang tinggi.




DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar. (2004). Filsafat Ilmu. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.

Brink & Wood. (1994). Langkah Dasar dan
Perencanaan Riset Keperawatan: dari Pertanyaan Sampai Proposal.
Jakarta: EGC.            

Effendy. (1998). Dasar-Dasar Keperawatan
Kesehatan Masyarakat. (edisi 2).
Jakarta: EGC.

Friedman. (1998). Keperawatan Keluarga,
Teori dan Praktek Edisi 3. Jakarta: EGC.

Frisch & Frisch. (2002). Psychiatric Mental
Health Nursing. (2nd ed). New York:n Thomson Learning, Inc.

Kartono. (1997). Patologi sosial 3, Gangguan-
Gangguan Kejiwaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Keable. (1997). The Management of Anxiety,
a Guide for Therapist. New York: Pearson Professional Limited.

Khairuddin. (1997). Sosiologi Keluarga.
Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

Molloy. (1996) Anxiety and related
disorders. In Fortinash, et al. Psychiatric Mental Health Nursing. St
Louis: Mosby.

Notoatmodjo. (2003). Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Notosoedirdjo & Latipun. (2005). Kesehatan
Mental, Konsep dan Penerapan. Malang: UMM Press.       

Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan
Metodologi Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan
Instrumen Penelitian Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.