Minggu, 30 September 2012

5 Langkah Menghindari Godaan Selingkuh



5 Langkah Menghindari Godaan Selingkuh

Salah satu sebab paling sering bubarnya suatu hubungan adalah hati yang bercabang. Tapi Anda tak perlu khawatir: Banyak cara untuk menghindari godaan yang datang.

Stop mencari alasan
Pasangan kurang perhatian, tidak cocok, atau hubungan yang memburuk, sering jadi alasan memulai hubungan terlarang. Apa pun masalah yang Anda hadapi, tak ada pembenaran untuk berselingkuh. Jika merasa kurang puas dengan hubungan Anda, perbaiki atau akhiri. Mana yang terbaik? Hanya Anda dan pasangan yang tahu. Tapi mencari “hiburan” dengan menjalin hubungan gelap dengan orang lain bukanlah solusi. Hal ini justru berpotensi  menambah berat beban masalah Anda nantinya.


Kenali tanda bahaya
Sering kali alasannya bermulai dari iseng. Anggapannya, aksi saling menggoda di tempat kerja atau di hubungan pertemanan Anda tak akan berlanjut ke mana-mana. Tapi semakin lama, hubungan tersebut pun semakin kuat, perasaan mulai terlibat. Jangan sampai hubungan iseng Anda memasuki zona berbahaya. Hentikan sesegera mungkin jika sudah terlihat potensi bahaya atau kemungkinan sulit untuk menghentikannya.

Konsekuensi
Apa yang terjadi jika hubungan gelap Anda terungkap? Karier terancam, pendidikan terganggu, kehilangan pasangan, memalukan keluarga dan berbagai konsekuensi lain yang mungkin terjadi. Pikirkan semuanya baik-baik. Apakah Anda siap menghadapinya dan semua hal tersebut pantas dikorbankan untuk hubungan gelap ini? Sebagai wanita dewasa, sebaiknya akhiri atau selesaikan baik-baik hubungan Anda dengan pasangan sebelum menjajaki kemungkinan baru dengan pasangan yang lain.

Membandingkan
Dia yang sebelumnya sempurna menjadi tak berharga ketika kekasih baru datang. Tak ada manusia yang serupa karena itu berhenti membanding-bandingkan pasangan Anda dengan yang baru. Bagaimanapun juga, pasangan Anda adalah pilihan Anda juga. Semua orang tentu mempunyai kekurangan. Tentu pada masa-masa indah, kekurangan tersebut akan sulit terlihat. Jika pasangan baru Anda mengetahui Anda sudah memiliki pasangan namun tetap mendekati, apakah hal tersebut juga merupakan nilai plus di mata Anda?

Perkuat pertahanan
Jika tak tahan terhadap godaan selingkuh, bangunlah tembok yang tebal dan stop berkomunikasi dengan orang yang berpotensi jadi selingkuhan. Terutama jika Anda termasuk orang yang mudah terbujuk. Sebisa mungkin kuatkan diri untuk menghindari dia dan hentikan semua komunikasi dengannya. Lebih baik lagi jika Anda bisa menegaskan kalau Anda tak tertarik dengan dia.

Kuatkanlah keputusan Anda dengan mengingat berbagai konsekuensi yang mungkin terjadi dari hubungan gelap Anda. Terungkapnya perselingkuhan tentu akan membawa banyak masalah bagi kehidupan Anda. Jika ingin suatu hubungan cinta yang baik, sebaiknya mulailah dengan cara yang baik juga.

arahman_manuel@yahoo.com

Rabu, 12 September 2012

Seuntai Kata bernama ‘Kematian’

Seuntai Kata bernama ‘Kematian’
Baca dengan seksama

12.30. Malam ini entah kenapa aku ingin mengingat mati. Satu fase kehidupan yang pasti akan dialami setiap makhluk yang bernyawa. Aku, engkau bahkan semut kecil sekalipun. Aku membayangk
an diriku terbujur kaku, hanya berbalut selembar kain kafan putih. Tidak ada kemeja kesayangan, kalung, cincin, atau sepatu keluaran terbaru yang sering kita pakai. Hanya sendiri, gelap dan sepi. Lambat laun, rupa yang kita bangga-banggakan saat masih muda dulu, perlahan remuk, membusuk, dipenuhi belatung yang mencari santapan makan malam. Hingga tinggal tersisa tulang belulang yang menunggu giliran untuk lenyap. Kembali kebentuk asal. Tanah.

Saat aku dalam takut karena kesepian, tiba-tiba muncul dua sosok makhluk berjubah yang membuat takutku semakin memuncak, “si..si..siapa kalian?”tanyaku dengan bibir bergetar. “kami adalah munkar dan nakir”jawab salah satu dari mereka. Tiba-tiba aku teringat kata guru ngaji sewaktu masih kecil dulu. Bahwa saat manusia di dalam kubur, akan datang dua malaikat bernama munkar dan nakir yang akan menanyai makhluk tentang tuhan, agama dan nabi mereka. Aku berharap mereka datang dengan wajah berseri lagi tersenyum, kemudian bertanya dengan lembutnya, ‘Siapa Tuhanmu?”, Siapa Nabimu?. Pertanyaan demi pertanyaan diajukan. Lagi-lagi aku berharap mampu menjawab seluruh pertanyaan sehingga aku bisa lulus dengan predikat jazid jiddan. Tapi aku sadar, kelancaran lisanku dalam menjawab setiap pertanyaan adalah buah dari amal ibadah yang kulakukan selama hidup di dunia. Tanpa itu semua, maka lisan ini seolah terkunci, amnesia mendadak. Akhirnya semua menjadi kacau. “Engkau tidak lulus, maka tempatmu neraka”. Naudzubillah tsumma na’udzubillah.

Terbersit rasa takut dalam diri, jika nanti lisanku tiba-tgkau beri aku kesempatan sekali lagi tuk hidup didunia, aku akan memperbaiki kesalahan-kesalahanku, aku akan perbanyak amal kebaikan, aku akan rajin sholat, berbakti pada orang tua dan rajin bersedekah, aku tidak akan menyepelekan dosa-dosa kecil dan aku akan berbuat baik pada sesama.” Ah, tapi sayang saat itu semua sudah terlambat. Nafas telah terhenti. Jantung tidak lagi berfungsi. Darah tidak lagi bereaksi. Dan sang waktu tidak bisa diputar kembali. Kita telah terima rapor kita masing-masing. Keputusan masuk surga atau neraka telah ada dibuku rapor itu. Kita tidak dapat mengelak lagi, karena ada yang akan memberi bukti dengan saksi bisu mereka. yaitu saat mata, telinga, dan tangan menjadi saksi atas tindakan kita selama didunia. Sedang lisan dikunci rapat sehingga kita tidak bisa melakukan protes seperti yang sering kita lakukan saat berlagak jumawa di dunia.

Dan dimalam yang mulai larut ini, aku tengah mengingat mati-dzikru maut. Berharap hati kembali siaga untuk selalu mengingat Allah. Tidak lalai oleh tipu daya dunia yang sering kali melenakan, juga fisik yang pada akhirnya akan menua dan musnah. Aku harus membawa imanku dalam setiap langkah perjalanan hidup ini sambil terus berdo’a semoga dapat selamat dunia dan akhirat. amin
iba menjadi kelu dan kaku. Seluruh jawaban menjadi salah, akhirnya aku mengikuti jejak kaki ahli neraka. Kugenggam buku raporku dengan tangan kiri. Berisi berbagai catatan maksiat baik kecil atau besar. Wajahku tentu akan sangat muram. Aku akan tersedu seraya berkata, “Ya Allah, seandainya En

SEJARAH DESA HU'U KAB DOMPU

Sejarah Desa Hu'u Kab. DOMPU

 

Desa Hu`u mempunyai peradaban hidup yang cukup panjang dengan corak beragam, yang membentuk pola perkembangan pada beberapa zaman atau periode, dimana pada masing-masing zaman atau periode memiliki ciri dan bentukan tersendiri dan terus mengalami akulturasi (Saleh, 1995). Zaman-zaman tersebut adalah:
<p>Your browser does not support iframes.</p>

A. Zaman Ndalu
Zaman Ndalu oleh masyarakat Hu`u dikatakan sebagai zaman awal adanya masyarakat yang hidup dan tinggal pertama kali. Manusia yang pertama hidup di Dana Dompu dan khususnya Dana Hu`u oleh masyarakat, biasa disebut Wa`i Ranggasasa dan Ompu Ranggasasa yang identik dengan manusia purba.
Ndalu di sini adalah dimaksudkan sebagai bentuk aktifitas atau tatanan hidup manusia yang belum memiliki tempat tinggal tetap, dimana mereka hidup secara nomaden dan dalam kelompok kecil dengan hidup dan tinggal dalam gua-gua batu di sekitar hutan.
Untuk kelangsungan hidup mereka memakan umbi-umbian dan berburu binatang yang cukup banyak di Hu`u seperti menjangan, babi hutan, kuda dan sebagainya. 
Beberapa bukti adanya kehidupan pada zaman ndalu ini adalah adanya beberapa temuan di sekitar Desa Hu`u yang berupa:
  1. Wadu Kajuji yang ditemukan di Doro Puma Hu`u. Wadu kajuji adalah sebuah batu besar dimana terdapat beberapa lubang pada bagian atasnya yang diperkirakan berfungsi sebagai tempat menyimpan bahan makanan.
  2. Wadu Ncona yang ditemukan di puncak Folu antara Teri dan Roa Rumu. Wadu ncona sendiri diperkirakan merupakan salah satu peralatan hidup sehari-hari berupa tempat makan.
  3. Roa Rumu, yang ditemukan di Doro Puma perbatasan antara Daha dengan Hu`u. Roa rumu adalah sebuah batu yang cukup besar yang bentuknya seperti lesung dengan tinggi ± 100 cm dengan terdapat tangkup atau penutup. Diperkirakan fungsi dari roa rumu ini adalah sebagai tempat pembakaran mayat.
  4. Wadu Ntanda Rahi di tepi pantai Hu`u. Adalah sebuah batu yang dianggap sebagai tempat persembahan bagi manusia purba saat itu, dimana bentuk dari batu tersebut menyerupai manusia. Dan seiring perjalanan waktu, banyak masyarakat beranggapan bahwa wadu ntanda rahi adalah perwujudan sorang wanita yang menunggu suaminya pulang dari laut.
  5. Di tengah-tengah Desa Hu`u ada sebuah kuburan bernisan dua utara-selatan yang antara kedua nisannya sangat rapat ± 30 cm dibagian kepala, tinggi ± 70 cm dan nisan kaki ± 30 cm yang bentuknya menyerupai menhir.

B. Zaman Bate Bi`a Roa
Zaman ini adalah kelanjutan dari zaman ndalu, tetapi masyarakat Hu`u yang hidup pada saat itu mulai mengenal cara bercocok tanam pada sebidang lahan secara sederhana. Zaman ini ditandai oleh indikasi-indikasi adanya tempat pemukiman, yang pada masa itu pemukiman dinamakan dengan Nggaro. Nama ini diselaraskan dengan pola hidup masyarakat yang kala itu mulai menetap dengan mata pencaharian bercocok tanam.
Masyarakat Hu`u pada zaman ini hidup dan tinggal di atas lahan pertanian masing-masing dengan bangunan tempat tinggal dikenal sebagai Uma Salaja sedangkan lahan pertanian olahan ini disebut Nggaro atau Lewi. Selain itu mereka juga mulai mengenal peralatan hidup yang dibuat dari tanah liat yang kemudian dibakar. Karena kehidupan masyarakatnya mulai berkelompok pada masing-masing lahan olahan, mereka mulai membina tatanan hidup bermasyarakat, dan memilih salah seorang pemimpin atau kepala suku dalam kelompok hidupnya masing-masing, yang di sebut Ncuhi.
Disebut zaman bate bi`a roa, dikarenakan bahwa pada zaman ini masyarakat yang telah mulai mengenal cocok tanam dan mengolah hasil pertanian tersebut dengan cara memasaknya dalam roa dana atau periuk tanah tetapi untuk mengeluarkan nasi dari dalam roa dana tersebut mereka belum mengenal adanya ciru atau sendok, sehingga apa bila mereka akan makan, maka roa dana yang berisi nasi yang telah matang tadi di bate bi`a atau dibanting hingga pecah.
Bukti yang bisa ditemukan untuk mengindikasikan zaman bate bi`a roa ini adalah di sebelah timur Desa Hu`u di tengah hutan terdapat satu areal yang cukup luas, dimana di lokasi tersebut banyak ditemukan pecahan-pecahan roa dana yang berserakan dan bertumpuk-tumpuk. Dan disekitar tempat tersebut diperkirakan sebagai tempat pemukiman (Saleh, 1995).

C. Zaman Ncuhi
Pada zaman ini masyarakat Hu`u yang mulai hidup bermasyarakat yang merupakan kelanjutan dari zaman sebelumnya, terbentuk suatu kelompok kecil masyarakat yang juga dipimpin oleh seorang Ncuhi. Ncuhi yang pertama kali memimpin adalah Ncuhi Hu`u yang bernama Ncuhi Iro Aro. Indikasi-indikasi yang menandakan zaman ini adalah mulai adanya pemukiman yang lebih baik yang berada di atas bukit atau gunung dan pemukiman pesisir pantai di wilayah Desa Hu`u.
Beberapa bukti yang bisa dilihat sampai saat ini sebagai indikasi Zaman Ncuhi yang terdapat pada Desa Hu`u adalah adanya:
  1. Rade Mbolo, sebuah kuburan yang berbentuk bundar pada areal tanah yang cukup luas, yang letaknya di sebelah timur Desa Hu`u dekat dengan Sori Hu`u. Kuburan ini mempunyai bentuk bundar yang digali dalam tanah dan di atas lubang tersebut ditutup dengan sebuah batu pipih bulat atau wadu kalate mbolo. Di sekitar rade mbolo ini terdapat areal datar yang terdapat undakan-undakan batu wadu la kanteli, yang diperkirakan sebagai areal pemukiman. 
  2. Rade Sabua Katanda, Adalah sebuah kuburan yang mempunyai satu buah nisan saja yang berada di  tengah-tengah Desa Hu`u.
  3. Bekas pemukiman Teri Hu`u, yang letaknya di sebelah Desa Hu`u dan berbatasan dengan Kabupaten Bima.
  4. Perkampungan Puma dimana lokasi pemukiman serta pekuburannya masih dapat dilihat, yang lokasinya berada di timur laut Desa Hu`u.
  5. Pemukiman Hu`u pertama kali yang lokasinya di sebelah timur Daha dekat dengan Telaga Shima dan Roa Rumu
D. Zaman Kerajaan
Zaman kerajaan ini adalah zaman dimana tatanan kehidupan masyarakat Desa Hu`u di pengaruhi oleh sistem pemerintahan Kerajaan Dompu, yang telah mempunyai sistem pemerintahan wilayah Hu`u merupakan salah satu dari wilayah Jeneli Hu`u dari delapan Jeneli yang ada dalam kekuasaan Kerajaan Dompu, yaitu: Jeneli Dompo, Jeneli Katua, Jeneli Adu, Jeneli Hu`u, Jeneli Dea, Jeneli Tompo, Jeneli Pekat, Jeneli Kilo (Saleh, 1995).
Pada zaman kerajaan ini masyarakat Hu`u telah membina tatanan hidup secara menetap serta bermasyarakat dalam lingkungan wilayah yang cukup besar dengan pemukiman yang mulai teratur dan telah mempunyai sistem pemerintahan desa. Pejabat yang memimpin Desa Hu`u pada masa ini disebut Jena kemudian berubah menjadi Galara. Kemudian dalam wilayah kekuasaan Jena terdapat lagi bagian wilayah yang lebih kecil yang dipimpin oleh Sarian atau kepala kampung. 
 
Dan masih banyak lagi sejarah lainnya. Nantikan update selanjutnya di blog ini 
 
www.arahmancempi.blogspot.com
 
 






Kamis, 06 September 2012

Sejarah Kabupaten DOMPU


Kabupaten
Kabupaten DOMPU

Profil
Nama Resmi
:
Kabupaten Dompu
Ibukota
:
Dompu
Provinsi 
:
NUSA TENGGARA BARAT
Baras Wilayah
:
Utara: Kabupaten Bima dan Laut Flores
Selatan: Samudera Indonesia
Barat: Kabupatan Sumbawa
Timur: Kabupaten Bima
Luas Wilayah
:
2.391,54 Km2
Jumlah Penduduk
:
257.763 Jiwa 
Wilayah Administrasi
:
Kecamatan : 8, Kelurahan : 9, Desa : 54
Website
:

(Permendagri No.66 Tahun 2011)


Sejarah
Sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia, Kabupaten Dompu, Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), mempunyai catatan sejarah tersendiri. Seperti halnya Sejarah Kesultanan Lombok, Sejarah Kesultanan Sumbawa, dan Sejarah Kesultanan Bima, Dompu dahulu kala juga merupakan salah satu daerah bekas kerajaan atau kesultanan. Kerajaan Dompu merupakan salah satu kerajaan yang paling tua khususnya di Indonesia Bagian Timur. Arkeolog dari Pusat Balai Penelitian Arkeologi dan Purbakala, Sukandar dan Kusuma Ayu dari berbagai hasil penelitiannya menyimpulkan Dompu atau (Kerajaan Dompo) adalah kerajaan yang paling tua di wilayah timur Indonesia.

Berdasarkan catatan sejarah di Dompu, sebelum terbentuknya kerajaan di daerah tersebut, telah berkuasa beberapa kepala suku yang disebut sebagai “Ncuhi” atau raja kecil. Ncuhi terdiri atas empat orang yakni Ncuhi Hu`u yang berkuasa di daerah Hu`u (sekarang Kecamatan Hu`u), Ncuhi Soneo yang berkuasa di daerah Soneo dan sekitarnya (sekarang Kecamatan Woja dan Dompu). Selanjutnya Ncuhi Nowa berkuasa di Nowa dan sekitarnya serta Ncuhi Tonda berkuasa di Tonda (sekarang wilayah Desa Riwo Kecamatan Woja Dompu). Dari keempat Ncuhi tersebut yang paling dikenal adalah Ncuhi Hu`u.
 Menurut cerita rakyat dompu di negeri Woja berkuasa seorang Ncuhi Kula yang mempunyai anak perempuan bernama Komba Rawe. Ncuhi tersebut kemudian dikenal dengan nama Ncuhi Patakula. Cerita rakyat setempat menyebutkan, putra raja Tulang Bawang terdampar di daerah Woja dalam pengembaraannya, tepatnya di wilayah Woja bagian timur. Kemudian putra raja Tulang Bawang tersebut menikah dengan putri Ncuhi Patakula. Selanjutnya para Ncuhi sepakat menobatkan putra raja Tulang Bawang sebagai raja Dompu yang pertama. Sedangkan Raja Dompu ke-2 bernama Dewa Indra Dompu yang lahir dari perkawinan antara putra Indra Kumala dengan putra Dewa Bathara Dompu. Berturut-turut Raja yang menguasai daerah ini adalah Dewa Mbora Bisu, yang merupakan Raja Dompu yang ke-3. Raja ke-4 Dompu adalah Dewa Mbora Balada, yang merupakan saudara dari Dewa Mbora Bisu dan Dewa Indra Dompu. Pada abad XIX di Dompu saat itu memerintah raja-raja yang lemah. Kerajaan dikacaukan oleh berbagai pemberontakan pada tahun 1803 yang memaksa pihak residen campur tangan,Sultan Abdull Azis, putra Sultan Abdullah yang kemudian mengganti Sultan Yakub, ternyata tidak mampu banyak berbuat untuk memajukan kerajaannya.

Seluruh kerajaan antara tahun 1810-1814 diancam perompak-perompak yang menghancurkan desa-desa yang ada di wilayah Dompu saat itu. Pada sekitar tahun 1809 Gubernur Jenderal Daendels memerintahkan Gubernur Van Kraam untuk memperbaharui perjanjian dengan Dompu. Perjanjian tersebut diadakan di Bima. Pada 5-12 April 1815, ketika Gunung Tambora meletus, akhirnya sepertiga dari penduduk tewas dan sepertiga lainnya berhasil melarikan diri. Sultan Abdull Rasul II memindahkan Istana Bata yang merupakan Situs Doro Bata yang terletak di kelurahan Kandai I Kecamatan Dompu ke Istana Bata yang baru, karena itu dia disebut dengan gelar Bata Bou. Beliau diganti oleh putranya, Sultan Muhammad Salahuddin.
Salahuddin mengadakan perbaikan dalam sistem dan hukum pemerintahaan. Dia pun menetapkan hukum adat berdasarkan hasil musyawarah dengan para alim ulama, sekaligus menetapkan hukum adat yang dipakai adalah hukum Islam yang berlalu di wilayah kekuasaannya. Dalam menjalankan pemerintahaannya, Sultan dibantu oleh majelis adat serta majelis hukum. Selanjutnya mereka (para pembantu itu) disebut manteri dengan sebutan raja bicara, rato rasanae, rato perenta, dan rato Renda. Mereka tergabung suatu dewan hadat, dan merupakan badan kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan Sultan.

LETUSAN TAMBORA

Gunung Tambora yang meletus pada 10 – 11 April 1815, dalam catatan sejarah Dompu, mengakibatkan tiga kerajaan kecil (Pekat, Tambora, dan Sanggar) yang terletak di sekitar Tambora tersebut musnah. Ketiga wilayah kerajaan kecil itu pun kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Dompu. Pertambahan wilayah Kesultanan Dompu tersebut dinilai merupakan suatu pertanda kelahiran baru bagi Dompu Baru, yakni pergantian antara Dompu Lama ke Dompu Baru. Peristiwa tersebut menggambarkan kelahiran wilayah Dompu yang bertambah luas wilayahnya. Ahli sejarah Helyus Syamsuddin mengungkapkan, peristiwa 11 April 1815 tersebut akhirnya dijadikan sebagai hari kelahiran Dompu, yang kemudian dikuatkan dengan Peraturan Daerah No.18 tanggal 19 Bulan Juni 2004.

LETUSAN TAMBORA, SEBUAH MISTERI LAHIRNYA DOMPU BARU

Seperti di daerah lain Lombok,Sumbawa dan Bima, Dompu dahulu kala juga merupakan salah satu daerah bekas Kerajaan atau Kesultanan. Bahkan konon Kerajaan Dompu merupakan salah satu Kerajaan yang paling tua khususnya di bagian Indonesia Timur. Arkeolog dari Pusat balai penelitian arkeologi dan Purbakala Drs.Sukandar dan Dra. Kusuma ayu pada saat melakukan penelitian di Dompu beberapa waktu lalu pernah menyatakan bahwa dari berbagai hasil penelitiannya di Dompu dapat disimpulkan bahwa Dompu (Kerajaan DOMPO-Red) adalah Kerajaan paling tua diwilayah Timur Indonesia.

Namun sayang, tidak seperti di Lombok,Sumbawa dan Bima dimana untuk mengetahui lebih jauh tentang Kerajaan tempo dulu ketiga daerah tetangga tersebut banyak didukung oleh berbagai bukti otentik yang dapat menggambarkan tentang peristiwa sejarah tempo dulu,sedangkan di Dompu bukti otentik untuk mendukung keberadaan sejarah masa lalu tampaknya masih sangat kurang sekali bahkan bisa dikatakan hampir sudah tidak ada sama sekali. Barangkali inilah merupakan salah satu tugas dan kewajiban khususnya bagi kalangan generasi muda di daerah ini untuk lebih bekerja keras agar berbagai tabir misteri sejarah tempo dulu dapat segera terungkap meskipun hal itu membutuhkan perjuangan dan usaha yang cukup menyita waktu bahkan material sekalipun. Upaya pemkab Dompu dalam rangka untuk mencapai hal tersebut patut kiranya didukung oleh semua pihak,bahkan pemkab Dompu sendiri telah banyak berupaya dan tentunya pekerjaan tersebut akan sukses apabila selalu mendapat dukungan serta do,a restu dari seluruh lapisan masyarakat yang ada dan jangan malah pekerjaan itu dianggap hanya akan membuang energi serta mubazir saja. “Orang bijak mengatakan,terlalu sombong dan munafik apabila kita melupakan sejarah kita sendiri”, semoga hal itu tidak akan pernah terjadi, amin.

Sejarah mencatat,di dompu sebelum terbentuknya kerajaan konon didaerah ini berkuasa beberapa kepala suku yang disebut sebagai “NCUHI” atau Raja Kecil, para ncuhi tersebut terdiri dari 4 orang yakni Ncuhi Hu,u yang berkuasa diwilayah kekuasaan daerah Hu,u (Sekarang kecamatan Hu,u Dompu – Red), kemudian Ncuhi Saneo yang berkuasa didaerah Saneo dan sekitarnya (sekarang masuk dalam wilayah Kecamatan woja Dompu), selanjutnya Ncuhi Nowa dan berkuasa didaerah Nowa dan sekitarnya serta Ncuhi Tonda berkuasa diwilayah kekuasaannya yakni di sekitar Tonda dan saat ini masuk dalam wilayah Desa Riwo kecamatan woja Dompu.

Diantara keempat Ncuhi tersebut yang paling terkenal konon yakni Ncuhi Hu,u. menurut cerita rakyat yang ada bahwa,konon di negeri Woja berkuasa seorang Ncuhi bernama “Sang Kula” yang akhirnya mempunyai seorang anak perempuan bernama “Komba Rame”. Ncuhi ini kemudian terkenal dengan nama Ncuhi “Patakula”. Pada saat itu konon terdamparlah putra Raja Tulang Bawang didaerah woja yang sengaja mengembara di daerah Woja bagian timur. Singkat cerita akhirnya putra Raja Tulang Bawang ini kawin dengan putrid Ncuhi patakula dan selanjutnya para Ncuhi yang ada akhirnya sepakat untuk menobatkan putra Raja Tulang Bawang tersebut sebagai Raja Dompu yang pertama. Pusat pemerintahannya konon disekitar wilayah desa Tonda atau di desa Riwo masuk dalam wilayah kecamatan woja sekarang.
Sedangkan Raja ke-2 Dompu adalah bernama Dewa Indra Dompu yang lahir dari perkawinana antara putra Indra Kumala dengan putra Dewa Bathara Dompu. Berturut-turut Raja yang menguasai daerah ini adalah : Dewa Mbora Bisu,Raja dompu ang ke-3 adalah yaitu yang menggantikan kakaknya Dewa Indra Dompu,cucu dari Indra Kumala. Dewa Mbora Belanda : beliau adalah saudaranya dari Dewa Mbora Bisu dan Dewa indra Dompu yang menjadi Raja ke-4 didaerah ini. Dewa yang punya Kuda. Pengganti Dewa Mbora Belanda adalah putranya yang bernama Dewa yang punya Kuda dan memerintah sebagai Raja yang ke-5,Dewa yang mati di Bima.

Raja yang dikenal sebagai seorang yang dictator,sehingga diturunkan dari tahta kerajaan oleh rakyat Dompu ialah Dewa yang mati di Bima. Beliau konon menggantikan ayahnya (Dewa yang punya Kuda) sebagai raja yang ke-6 di Dompu akan tetapi karena hal itu akhirnya di bawa ke Bima dan meninggal di sana,dewa yang bergelar “Mawaa La Patu”. Raja inilah sebenarnya yang akan di nobatkan sebagai raja Dompu yang menggantikan dewa yang mati di Bima,namun beliau ke Bima dan selanjutnya memerintah di sana. Pada masa pemerintahan Raja inilah terkenal satu ekspedisi dari Kerajaan di pulau Jawa yakni kerajaan Majapahit yang konon ekspedisi tersebut di pimpin oleh salah seorang Panglima perang bernama Panglima Nala pada tahun 1344,namun ekspedisi tersebut ternyata gagal.

Oleh rakyat dompu raja yang satu ini sangat dikenal sebagai raja yang disiplin dalam menjalankan pemerintahanya,teratur dalam social ekonomi maupun politik sehingga masyarakat saat itu memberi gelar sebagai “Dewa Mawaa Taho”, semula raja ini dikenal dengan nama “Dadela Nata”. Beliau adalah raja yang ke-7 dan merupakan raja Dompu yang terakhir sebelum masuknya ajaran Islam di Kerajaan Dompu,raja tersebut berkedudukan atau bertahta di wilayah Tonda.
Ekspedisi Majapahit yang dipimpin oleh Panglima Nala dan di bawah komanda Sang Maha Patih Gajah Mada mengalami kegagalan pada ekspedisi pertama,selanjutnya menyusul ekspedisi yang ke-2 pada sekitar tahun 1357 yang di Bantu oleh Laskar dari Bali yang dipimpin oleh Panglima Soka. Ekspedisi yang ke-2 inilah Majapahit berhasil menakklukkan Dompu dan akhirnya bernaung di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Melihat fenomena diatas maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan Kerajaan Dompu tersebut ternyata sudah ada sebelum Majapahit,hal itu juga dapat dibuktikan dalam isi sumpah Palapanya sang Gajah Mada dimana dalam isinya sumpahnya itu disebutlah nama kerajaan DOMPO (Dompu-Red) sebagai salah satu kerajaan yang akan di taklukkan dalam ekspedisinya tersebut.

Kesultanan Dompu.

Pada abad ke-XIX di Dompu saat itu memerintah raja-raja yang lemah,Kerajaan di kacaukan oleh berbagai pemberontakan pada tahun 1803 yang memaksa memerlukan campur tangan pihak residen. Sejak Sultan Abdull Azis,putra Sultan Abdullah yang mengganti Sultan Yakub tidak banyak berbuat untuk memajukan kerajaannya. Seluruh kerajaan antara tahun 1810-1814 diancam perompak-perompak yang menghancurkan desa-desa yang ada diwilayah dompu saat itu. Pada sekitar tahun 1809 Gubernur Jenderal Daendels menegaskan,Gubernur Van Kraam untuk memperbaharui perjanjian dengan Dompu. Perjanjian tersebut diadakan di Bima,begitu pula penggantinya sultan Muhammad Tajul Arifin I putra Sultan Abdull Wahab,Sultan Muhammad tajul arifin I diganti oleh Sultan Abdull Rasul II,adik beliau. Dari 5-12 April 1815 ketika tambora meletus akhirnya sepertiga dari penduduk tewas dan sepertiga lainya berhasil melarikan diri.
Sultan Abdull Rasul II memindahkan Istana Bata (ASI NTOI) kini merupakan Situs Doro Bata yang terletak di kelurahan Kandai I Kecamatan Dompu ke Istana Bata yang baru (ASI BOU) Karena itu beliau disebut dengan gelar “Bata Bou”, beliau diganti oleh putranya,Sultan Muhammad Salahuddin. Salahuddin mengadakan perbaikan dalam system dan hokum pemerintahaan,beliau menetapkan hokum adat berdasarkan hasil musyawarah dengan para alim ulama sekaligsu menetapkan hokum adat yang dipakai adalah hokum Islam yang berlalu diwilayah kekauasaanny. Dalam menjalankan pemeerintahaannyaSultan dibantu oleh majelis hadat serta majelis hokum mereka itu dalam tatanan kepangkatan hadat dan hokum,mereka selanjutnya mereka disebut manteri-manteri dengan sebutan “Raja Bicara,rato rasana,e, rato perenta,dan rato Renda” mereka tergabung suatu dewan hadat,merupakan badan kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan sultan.

Hadat juga merupakan kelengkapan pemerintahaan yang berfungsi menjalankan hokum agama yang di kepalai oleh “Kadi” atau sultan menurut keperluannya. Seperti sultan-sultan sebelumnya,salahuddin tetap melakukan hubungan dengan pihak pemerintah kolonial Belanda. Menurut Zolinger,sejak mengadakan perjanjian dengan kompeni pada sekitar tahun 1669. selanjutnya Sultan Muhammad salahuddin diganti leh putranya yakni Sultan Abdullah. Pada masa pemerintahaannya beliau menanda tangani kontrak panjang pada tahun 1886 silam. Beliau Selanjutnya diganti oleh putrannya Sultan Muhammad Siradjuddin yang memperbaharui konrak tersebut pada sekitar tahun 1905. Sejarah juga menyebutkan bahwa Sultan pertama di Dompu setelah adanya likuidasi pergantian pemerintahan dari sistim Kerajaan menjadi Kesultanan yakni Sultan Syamsuddin I. Dan beliaulah merupakan pemimpin atau Raja yang pertamakali memeluk agama Islam begitu sistim pemerintahaannya berubah menjadi Kesultanan. Tahun 1958 Kesultanan dompu yang saat itu dipimpin oleh Sultan dompu terakhir yakni Sultan Muhammad Tajul Arifin (Ruma To,i), sistim pemerintahan di Dompu dirubah menjadi suatu daerah swapraja Dompu dan Kepala daerah Swatantra tingkat II Dompu tahun 1958-1960.

Kerajaan Sanggar.

Sanggar merupakan kerajaan kecil yang terletak disebelah barat laut Dompu disebelah timur kaki gunung tambora. Pada tahun 1805 raja sanggar meninggal dan digantikan oleh saudaranya yakni Ismail ali Lujang. Pada abad ke-XIX,sebelum tambora meletus dengan dahsyatnya, penduduk saat itu berjumlah skitar dua ribu orang pada tahun 1808 dan meningkat menjadi dua ribu dua ratus orang pada tahun 1815.
Ketika Tambora meletus pada bulan april 1815 sebagian besar penduduknya meninggal,dan tinggal dua ratus orang saja dan karena diserang leh perampok pada tahun 1818 mereka melarikan diri ke Banggo di Kerajaan Dompu,dan sebagaian ke Gembe Bima. Dengan bantuan gubernurmen pada tahun 1830 mereka akhirnya kembali ke sanggar. Gubernurmen memberikan bantuan beberapa senapan dan amunisi untuk menjaga diri dari srangan musuh. Pada tahun 1837 penduduk Sanggar masih berjumlah sekitar tiga ratus tiga orang dan pada tahun 1847 meningkat menjadi tiga ratus lima puluh orang atau jiwa. Rumah raja dibuat oleh rakyatnya sendiri dengan bahan dari kayu pilihan secara gotong – royong. Raja dan para pembesar kerajaan saat itu tidak di gaji tetapi tanah-tanah mereka dikerjakan oleh rakyatnya. Pada awal abad ke- XX atau sejak Belanda menguasai pulau sumbawa secara langsung,Kerajaan Sanggar di hapus serta digabungkan dengan kekuasaan Kesultanan Bima hingga sekarang ini.

Kerajaan Tambora.

Kerajaan Tambora yang teretak pada suatu jazirah yang pada ketiga penjuru dibatasi oleh laut. Disebelah timur berbatasan dengan Kerajaan Sanggar dan Kerajaan Dompu dengan luas areal wilayah 459 pal persegi. Seluruh kerajaan berada disekitar kaki gunung Tambora (Gunung Arun). Sebelum Tambora meletus,air sudah sangat kurang dan untuk mendapatkan air minum penduduk saat itu menggali sumur di sekitar pantai. Rakyat tambora hidup dari berladang atau bercocok tanam serta beternak dan meramu.
Ladang-ladang cukup dilembabpi oleh embun dan karena itu mereka bertanam pada sekitar bulan agustus dan panen pada bulan desember. Kekayaan yang utama adalah ternak kuda dan hasil kayu hutan . setengah dari hasil Gubernemen dan setengah dari kuda-kuda tersebut dikirim ke Kerajaan Bima pada tahun 1806 dan tahun 1807 berasal dari Tambora. Menurut Tobias,pada tahun 1808 Kerajaan Tambora berpenduduk sekitar empat ribu iwa dan pada tahun 1815 atau setelah tambora meletus penduduk kerajaan tambora sebagian habis tewas sebanyak tiga puluh ribu jiwa lebih. Dan pada tahun 1816 sisa penduduk yang masih hidup akhirnya meninggal semua karena diterjang banjir bandang dan banjir lahar,selanjutnya bekas Kerajaan tambora yang sudah habis ditelan ganasnya alam tersebut digabungkan dengan wilayah Kesultanan Dompu hingga sekarang ini. Bekas Kerajaan tambora kini masuk dalam wilayah Kecamatan Pekat Dompu.

Kerajaan Papekat (Pekat).

Dimasa pemerintahan kabupaten Dompu,nama Pekat saat ini merupakan nama sebuah desa yang terletak di wilayah kecamatan Pekat – Calabay Dompu (Nama Ibu Kota Kecamatan Pekat) Konon nama Pekat berasal dari kata “Pepekat”.
Kerajaan kecil ini tidak banyak meninggalkan atau menyimpan bukti-bukti untuk mendukung keberadaan kerajaan tersebut tempo dulu bahkan hampir dikatakan tidak ada sama sekali,hanya nama Pekat kini merupakan nama sebuah desa di kawasan lereng gunung Tambora. Catatan sejarah menyebutkan,meskipun suatu kerajaan kecil tetapi Pekat saat itu teraus diijinkan berdiri oleh pemerintah penjanjah VOC terutama untuk membendung pengaruh dari Kerajaan Makassar ang sewaktu-waktu dapat membentuk kekuatan di situ. Maka dengan Pekat pihak VOC mengikat terus persahabatan yang baik sekali, tetapi akibat gunung Tambora meletus,akhirnya penduduk di Kerajaan Pekat musnah seluruhnya kemudian bekas kerajaan Pekat digabung kan dengan wilayah kekuasaan Kerajaan dompu hingga sekarang ini.

Gunung Tambora Meletus pada tanggal 10 – 11 April 1815, dalam catatan sejarah Dompu letusan Tambora yang paling dahsyat yakni letusan pada tanggal 11 April 1815 yang mengakibatkan beberapa Kerajaan kecil yang terletak di sekitar Tambora menjadi sasaran empuk musibah tersebut sehingga 3 Kerajaan kecil tersebut musnah. Pralaya (Malapetaka) tersebut tampaknya di satu sisi berdampak positif bagi berkembangan Kerajaan Dompu, sebab setelah sekian tahun lamanya dalam perkembangan selanjutnya wilayah Kerajaan (Kesultanan) Dompu bertambah luas wilayahnya karena bekas wilayah 3 Kerajaan kecil pernah musnah akibat letusan Tambora tersebut akhirnya masuk kedalam wilayah Kerajaan (Kesultanan) Dompu hingga sekarang ini. Dengan bertambahnya wilayah Kesultanan Dompu tersebut (Pekat,Tambora dan sebagian wilayah Kerajaan Sanggar) maka moment tersebut dinilai merupakan suatu pertanda kelahiran baru bagi DOMPU BOU (Dompu Baru), yakni pergantian antara Dompu Lama dan Dompu Baru. Peristiwa tersebut menggambarkan kelahiran wilayah Dompu yang bertambah luas wilayahnya. 11 April 1815 Tambora meletus dengan dahsyatnya, akibat letusan Tambora wilayah Dompu dikemudian hari bertambah luasnya meliputi bekas Kerajaan Pekat, Kerajaan Tambora. DOMPU YANG BARU pun akhirnya lahir. Oleh ahli sejarah Prof.DR.Helyus Syamsuddin.PHd, peristiwa 11 April 1815 tersebut akhirnya dijadikan patokan dan dasar yang kuat sehingga 11 April dijadikan sebagai hari lahir atau hari jadi DOMPU. Selanjutnya melalui Peraturan Daerah (Perda) No.18 tanggal 19 Bulan Juni 2004 ditetapkan bahwa tanggal 11 April 1815 sebagai hari lahir/hari jadi Dompu.

MENYUSURI JEJAK – JEJAK SEJARAH DOMPU di ambil dari website: dompukab.go.id
Arti Logo
Perisai
Perisai menggambarkan jiwa kepahlawanan rakyat Daerah Kabupaten Dompu didalam mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Warna Biru Laut

Warna biru laut melukiskan bahwa Daerah Kabupaten Dompu diapit oleh tiga buah teluk (Teluk Cempi, Teluk Saleh, dan Teluk Sanggar) yang merupakan salah satu sumber penghasilan rakyat bagi peningkatan taraf hidupnya.

Bintang
Bintang melukiskan pancaran Pancasila yang merupakan falsafah kehidupan bangsa dan negara.

Warna Kuning Emas

Warna kuning emas melambangkan kejayaan cita-cita perjuangan rakyat untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.

Bunga Kapas dan Bulir Padi

Bunga kapas dan bulir padi melukiskan bahan pokok bagi kemakmuran rakyat.

Rantai
Rantai melambangkan persatuan dan kegotong-royongan.

17 Kuntum Bunga Kapas, 8 Mata Rantai dan 45 Butir Padi

17 kuntum bunga kapas, 8 mata rantai dan 45 butir padi melambangkan detik proklamasi 17 Agustus 1945

Kubah Masjid

Kubah masjid yang berwarna putih melambangkan rakyat daerah kabupaten Dompu yang taat dan patuh dalam menjalankan perintah-perintah Agama.

Gunung
Gunung menjulang tinggi yang berwarna biru tua melambangkan harapan kemakmuran bagi rakyat kabupaten Dompu.

Dataran
Dataran yang berwarna hijau melambangkan kesuburan bagi daerah kabupaten Dompu sebagai daerah agraris.

Kuda
Kuda yang berlari bebas berwarna putih kemerah-merahan (Jara Gunu Kala) menggambarkan tekad dan semangat daerah kabupaten Dompu didalam mengejar ketinggalan di masa silam, disamping itu pula melambangkan daerah kabupaten Dompu selain daerah agraris juga merupakan daerah peternakan.

Pita Kuning
Pita yang berwarna kuning dengan tulisan yang berwarna hitam dalam bahasa daerah 'NGGAHI RAWI PAHU' melukiskan tekad masyarakat daerah kabupaten Dompu didalam melaksanakan arti dan makna kata-kata hikmah yang turun-temurun berupa 'NGGAHI RAWI PAHU' yang berarti satunya kata dan perbuatan dalam mewujudkan kenyataan.