Sabtu, 28 April 2012

Kewasapadaan Di Rumah Sakit


KEWASPADAAN DI RUMAH SAKIT

 Oleh :

ARAHMAN
09 071 014 018



Kewaspadaan
            Kewaspadaan merupakan kombinasi segi-segi utama dari kewaspadaan universal (dirancang untuk mengurangi risiko penularan patogen melalui darah dari darah dan cairan tubuh) dan isolasi zat tubuh (dirancang untuk mengurangi risiko penularan penyakit dari zat tubuh yang lembab).
Kewaspadaan standar diterapkan untuk:
1.      Darah
2.      Seluruh cairan tubuh, sekresi dan eksresi, kecuali keringat, tidak tergantung apakah ada atau tidak kandungan darah yang terlihat;
3.      Kulit yang tidak utuh; dan
4.      Selaput lendir.
Kewaspadaan standar dimaksudkan untuk mengurangi risiko penularan mikroorganisme dari kedua sumber dari infeksi di rumah sakit yang dikenal maupun yang tidak dikenal. Dalam prinsip kewaspadaan standar, semua darah dan cairan tubuh harus dipertimbangkan secara potensial terinfeksi dengan penyakit menular-darah termasuk HIV dan hepatitis B dan C, tanpa terkait dengan status ataupun faktor-faktor risiko seseorang.
Kewaspadaan standar termasuk penggunaan:
·         Cuci tangan
·         Alat pelindung diri (sarung tangan, pakaian, masker, kapan saja menyentuh atau terpajan cairan tubuh pasien perlu diantisipasi);
·         Penempatan pasien
·         Praktek terhadap lingkungan (pembuangan limbah, tata rumah tangga, seprei/selimut yang kotor);
·         Penanganan dan pembuangan benda-benda tajam
·         Cara-cara kerja
·         Penanganan dan pengangkutan contoh (specimen)
·         Perawatan peralatan (pencucian, pengangkutan dan pelayanan).

Mengapa kewaspadaan standar menjadi penting?
            Terpajan darah dan cairan tubuh dapat menyebarkan infeksi seperti hepatitis B dan C, bakteri, virus dan HIV. Pajanan ini dapat terlihat dengan jelas (seperti ketika menggunakan spuit untuk menusuk kulit) atau tidak kentara (saat darah atau cairan tubuh dari orang yang terinfeksi kontak dengan lecet kecil pada perawat). Infeksi dapat ditularkan dari pasien ke pasien yang lain, dari pasien ke tenaga kesehatan atau dari tenaga kesehatan kepada pasiennya (meskipun hal ini jarang terjadi). Tidak mengikuti kewaspadaan standar dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya penularan infeksi yang sebenarnya dapat dihindari.
Bagaimana kewaspadaan standar terjamin?
Sebelum tenaga kesehatan dapat mematuhi prosedur kewasapadaan standar, otoritas nasional dan lembaga pelayanan kesehatan harus menjamin bahwa semua pedoman dan kebijakan mereka cocok diterapkan di lokasi dan bahwa peralatan dan persediaannya mencukupi. Untuk memudahkan tenaga kesehatan mematuhi praktek pengendalian infeksi, kebijakan dan pedoman tingkat nasional dan lembaga pemerintah harus:
·         Memastikan bahwa stafnya telah dididik untuk memperlakukan semua zat/substansi tubuh sebagai bahan yang infeksius. Tenaga kesehatan harus dididik mengenai risiko pekerjaannya dan harus memahami kebutuhan menggunakan kewaspadaan standar bagi semua orang, di setiap waktu, tanpa memandang diagnosisnya. Pendidikan selama pelayanan secara reguler harus disediakan bagi semua tenaga medis maupun nonmedis di lingkungan perawatan kesehatan. Sebagai tambahan, pendidikan pra-pelayanan untuk semua tenaga kesehatan harus juga mengagendakan aspek kewaspadaan standar.
·         Memastikan bahwa tersedia para staf, pasokan dan sarana yang memadai.     Sementara pendidikan bagi tenaga kesehatan adalah esensial, hal itu tidak cukup untuk menjamin bahwa kewaspadaaan standar telah diperhatikan dengan baik. Untuk mencegah bahaya dan infeksi kepada pasien dan karyawan, sarana kesehatan harus menyediakan bahan-bahan yang diperlukan perawatan klinis. Sebagai contoh, pasokan yang steril dan bersih, harus tersedia dengan cukup, walau di lingkungan dengan sumber daya yang terbatas.
·         Penggunaan peralatan injeksi sekali pakai, yang langsung dibuang harus tersedia dalam jumlah yang cukup bagi setiap obat-obat injeksi yang ada dalam persediaan. Air, sarung tangan, bahan-bahan pencuci, alat-alat untuk disinfeski dan sterilisasi termasuk alatalat untuk memantau dan mengawasi proses ulang yang harus dilakukan. Persediaan air yang cukup dan mudah didapat adalah kunci bagi upaya pencegahan infeksi yang berkaitan dengan tempat pelayanan kesehatan. (Walaupun air mengalir tidak tersedia di semua tempat, tetapi semua cara untuk mendapatkan air yang cukup harus terjamin). Alat-alat untuk pembuagan yang aman bagi limbah medis dan laboratorium, dan tinja harus tersedia.
·         Mengadopsi standar-standar lokal yang cocok untuk menjamin keselamatan pasien dan karyawan, merupakan upaya yang berdasarkan bukti dan efektif. Penggunaan yang tepat dari persediaan, kebutuhan pendidikan dan pengawasan staf, harus digambarkan dengan jelas dalam kebijakan dan pedoman lembaga. Lebih lanjut, kebijakan dan pedoman harus didukung oleh ketersediaan pasokan dan standar untuk memantau dan mengawasi upaya yang telah ditetapkan.
·         (Pengawasan reguler pada lingkungan perawatan kesehatan dapat membantu menghambat atau mengurangi risiko bahaya yang berhubungan dengan perawatan kesehatan di tempat kerja). Jika terjadi cedera atau kontaminasi yang mengakibatkan terpajan dengan bahan yang telah terinfeksi HIV, konseling, pengobatan, tindak lanjut dan perawatan pasca pajanan, harus tersedia.
·         Mencari upaya untuk mengurangi prosedur-prosedur yang tidak diperlukan. Sarana kesehatan harus menentukan kapan prosedur berisiko telah terlihat, dan tenaga kesehatan butuh untuk dilatih untuk menjalankan prosedur yang hanya dilakukan saat benar-benar diperlukan. Sebagai contoh, pekerja harus menghindari transfusi darah saat tidak diperlukan dan harus mengganti dengan prosedur yang lebih aman jika memungkinkan (seperti penggunaan larutan pengganti). Injeksi yang tidak perlu harus juga dihilangkan. Bilamana pengobatan dibutuhkan, pedoman harus merekomendasikan penggunaan obat oral bila sesuai. Kepatuhan terhadap pedoman ini tetap harus dipantau.
·         Membentuk suatu kelompok multidisiplin untuk menilai dan mengagendakan penggunaan kewaspadaan standar. Sebuah kelompok multidisiplin harus disusun untuk menyampaikan masalah pencegahan, menilai cara dan sumber daya yang ada sekarang untuk pencegahan, membangun sistem surveilen untuk mendeteksi pasien dan tenaga kesehatan dari akuisisi infeksi, membangun kebijakan dan prosedur, mendidk personil dan memantau kepatuhan.
·         Menciptakan tuntutan konsumen terhadap praktek perawatan kesehatan yang lebih aman. Tuntutan untuk prosedur kerja yang aman, seperti penggunaan peralatan injeksi yang baru, langsung dibuang, sekali pakai dan pengobatan oral, dapat membantu memepercepat pelembagaan kewaspadaan standar.
            Sumber daya manusia, infrastuktur dan pasokan yang dibutuhkan
Sebagai tambahan bagi pedoman institusional dalam pengendalian infeksi, persediaan dan sarana yang dijelaskan diatas harus tersedia: tempat mencuci tangan, penigkatan persediaan air, peningkatan sistem ventilasi, sarana sterilisasi, persediaan pencucian, obat-obat oral, jarum dan spuit steril sekali pakai, wadah benda tajam, desinfektan, kapasitas leboratorium, peralatan dan reagen laboratorium, dan obat anti-retroviral. Pengelolaan limbah pelayanan kesehatan mungkin membutuhkan konstruksi khusus, seperti inienerator dan pilihan lain dari insinerator.
            Mengangkat seorang spesialis pengendalian infeksi atau seorang staf administratif untuk mengurangi angka infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan akan sangat menguntungkan. Upaya-upaya pencegahan infeksi harus menjadi bagian dari pelatihan tenaga kesehatan tersebut, yang harus diawasi secara rutin dalam pekerjaannya. Usaha-usaha khusus harus dibuat untuk memantau dan mengurangi prosedur invasif yang tidak diperlukan. Sebagai tambahan, asosiasi profesi, termasuk asosiasi perawat nasional dan asosiasi kedokteran nasional, harus bersatu dalam melindungi tenaga kesehatan dan mendukung prinsip “kerjakan sejak pertama tanpa membahayakan”.
Apakah itu infeksi nosokomial?
‘Infeksi nosokomial’ adalah infeksi yang terdapat dalam sarana kesehatan. Sebetulnya rumah sakit memang sumber penyakit! Di negara maju pun, infeksi yang didapat dalam rumah sakit terjadi dengan angka yang cukup tinggi. Misalnya, di AS, ada 20.000 kematian setiap tahun akibat infeksi nosokomial. Di seluruh dunia, 10 persen pasien rawat inap di rumah sakit mengalami infeksi yang baru selama dirawat – 1,4 juta infeksi setiap tahun. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8 persen pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat.
Rantai penularan
Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab (di bagian tengah gambar berikut), yang ada pada sumber. Kuman keluar dari sumber melalui tempat tertentu, kemudian dengan cara penularan tertentu masuk ke tempat tertentu di pasien lain. Karena banyak pasien di rumah sakit rentan terhadap infeksi (terutama Odha yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah), mereka dapat tertular dan jatuh sakit ‘tambahan’. Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari pasien tersebut dan meneruskan rantai penularan lagi.

Sejarah pengendalian infeksi di rumah sakit
Pada 1847, seorang dokter bernama Ignaz Semmelweis bekerja di bagian kebidanan di sebuah rumah sakit di Vienna, Austria. Semmelweis mengamati bahwa angka kematian di antara ibu di bangsal yang dilayani oleh mahasiswa kedokteran tiga kali lebih tinggi dibandingkan bangsal yang dilayani oleh bidan. Semmelweis mendalilkan bahwa hal ini terjadi karena mahasiswa langsung ke bangsal kebidanan setelah belajar otopsi (bedah mayat), dan membawa infeksi dari mayat ke ibu yang melahirkan. Dia memerintahkan dokter dan mahasiswa untuk mencuci tangannya dengan larutan klorin sebelum memeriksakan ibu tersebut. Setelah aturan ini diterapkan, angka kematian menurun menjadi serupa dengan bangsal yang dilayani oleh bidan.
Dengan masalah infeksi nosokomial menjadi semakin jelas, dicari kebijakan baru untuk menguranginya. Solusi pertama pada 1877 adalah mendirikan rumah sakit khusus untuk penyakit menular. Pengenalan sarung tangan lateks pada 1887 membantu mengurangi penularan. Tetapi dengan peningkatan mortalitas (angka kematian) di 1960-an, Departemen Kesehatan di AS pada 1970 mengeluarkan kebijakan untuk mengisolasikan semua pasien yang diketahui tertular infeksi menular. Namun kebijakan ini kurang berhasil serta menimbulkan banyak masalah lain. Perhatian pada masalah ini menjadi semakin tinggi dengan munculnya HIV pada 1985, kebijakan kewaspadaan universal dikenalkan pada 1985.
Teknik isolasi
Sesuai dengan kebijakan ini yang dikembangkan pada 1970, semua pasien yang diketahui terinfeksi penyakit menular melalui tes wajib diisolasi. Kebijakan ini menentukan tujuh kategori isolasi berdasarkan sifat infeksinya (daya menular, ganas, dll.). Kewaspadaan khusus (sarung tangan dsb.) dengan tingkat yang ditentukan oleh kategori hanya dipakai untuk pasien ini.
Teknik isolasi mengurangi jumlah infeksi nosokomial, tetapi timbul beberapa tantangan:
·         Peningkatan dalam jenis dan jumlah infeksi menular, sehingga semakin banyak tes harus dilakukan, dan semakin banyak pasien harus diisolasi
·         Hasil tes sering diterima terlambat, sering setelah pasien pulang
·         Biaya sangat tinggi, bila semua orang dites untuk setiap infeksi
·         Stigma dan diskriminasi meningkat bila hanya pasien yang dianggap berisiko tinggi dites untuk menenkankan biaya
·         Hasil tes dapat negatif palsu (hasil negatif walau terinfeksi), terutama dalam masa jendela, dengan akibat petugas layanan kesehatan kurang waspada
·         Sebaliknya hasil tes positif palsu (hasil positif walau tidak terinfeksi), dengan akibat kegelisahan untuk pasien dan petugas layanan kesehatan
·         Perhatian pada hak asasi mengharuskan pasien memberi informed consent (disertai oleh konseling untuk HIV) – apa yang dilakukan bila pasien tidak menyetujui tes?
·         Sangat sulit menjaga kerahasiaan
Dasar pemikiran kewaspadaan universal
Sejak AIDS diketahui, kebijakan baru yang bernama kewaspadaan universal (KU) dikembangkan. Kebijakan ini menganggap bahwa setiap darah dan cairan tertentu lain dapat mengandung infeksi, tidak memandang status sumbernya. Lagi pula, semua alat medis harus dianggap sebagai sumber penularan, dan penularan dapat terjadi pada setiap layanan kesehatan, termasuk layanan kesehatan gigi dan persalinan, pada setiap tingkat (klinik dan puskesmas sampai dengan rumah sakit rujukan). Harus ditekankan bahwa kewaspadaan universal dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi terhadap penularan HIV tetapi yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain yang dapat parah dan sebetulnya lebih mudah menular, mis. virus hepatitis B dan C. Petugas layanan kesehatan harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan semua pasien. Kita biasanya menganggap cairan yang dapat menular HIV sebagai darah, cairan kelamin dan ASI saja. Namun ada cairan lain yang dapat mengandung kuman lain, dan dalam sarana kesehatan, lebih banyak cairan tubuh biasanya tersentuh. Contohnya, walaupun tinja tidak mengandung HIV, cairan berikut mengandung banyak kuman lain:
Nanah, cairan ketuban, cairan limfa, kskreta: air seni, tinja, dll...
Kegiatan yang paling berisiko
Jelas ada beberapa kegiatan yang umum dilakukan oleh petugas layanan kesehatan yang menimbulkan risiko, termasuk:
·         Suntikan/ambil darah
·         Tindakan bedah
·         Tindakan kedokteran gigi
·         Persalinan
·         Bersihkan darah/cairan lain
  Sebaliknya ada beberapa perilaku yang salah, yang menempatkan petugas layanan kesehatan atau pasien dalam keadaan berisiko, termasuk:
·         Tutup jarum suntik kembali
·         Salah letak jarum atau pisau/alat tajam
·         Sentuh pasien tanpa cuci tangan
Unsur kewaspadaan universal yang berikut melindungi terhadap tindakan ini:
·         Alat pelindung Cuci tangan
·         Pakai alat pelindung yang sesuai
·         Pengelolaan alat tajam (disediakan tempat khusus untuk membuang jarum suntik dan semprit)
·         Dekontaminasi, sterilisasi, disinfeksi
·         Pengelolaan limbah
Alat pelindung kewaspadaan 
universalUnsur kedua kewasapadaan universal adalah penggunaan alat pelindung yang sesuai tindakan. Alat yang dibutuhkan dapat hanya sarung tangan (mis. untuk ambil darah) hingga semua alat ini yang dibutuhkan oleh seorang bidan waktu membantu kelahiran. Namun perawat yang hanya menyentuh pasien tidak membutuhkan sarung tangan – yang penting cuci tangan sebelum dan sesudahnya.
·         Sarung tangan
·         Celemek
·         Masker – pelindung muka
·         Kacamata
·         Pelindung kaki
Perawatan di rumah
Kewaspadaan universal tidak hanya dibutuhkan dalam sarana kesehatan resmi, tetapi juga terkait perawatan di rumah. Sekali lagi, tujuan utama adalah untuk melindungi Odha dan keluarga/tim perawatan dari berbagai infeksi, bukan hanya HIV – justru risiko penularan HIV pada keluarga di rumah sangat amat rendah. Jadi kita harus menganggap sebagian besar cairan tubuh sebagai sumber infeksi.
Prosedur kewaspadaan universal untuk perawatan di rumah serupa dengan di rumah sakit, hanya mungkin lebih sederhana. Bila tidak ada sarung tangan, secara darurat kita dapat memakai kantong plastik yang utuh. Yang penting kita menutup semua luka pada kulit dengan plester luka. Mungkin yang paling penting adalah untuk menjaga kebersihan di rumah. Cucian biasanya tidak membutuhkan perhatian khusus asal tidak tercermar cairan; bila tercemar lebih baik dicuci dengan pemutih dulu (larutan klorin 0,5%) dengan memakai sarung tangan, kemudian dapat dicuci dengan sabun seperti biasa.





DAFTAR PUSTAKA

Freeman Mason W, Junge Christine. Kolesterol Rendah Jantung Sehat. Jakarta : BIP, 2008.

.Razak RA. Artikel MPOC. Kolesterol Berlebihan Risiko Sakit

Anonymous. Atasi Stroke dengan Cabai. 2008 Oct. (cited 2009 feb 9).
.
Murray Robert K, Granner Daryl K, Mayes Peter A, Rodwell Victor W. Bani Anna P,

Sikumbang Tiara M. N, editor. Biokimia Harper. 25th ed. Jakarta : EGC. 2003.

Japardi Iskandar. Patomekanisme stroke infark aterotrombotik. 2002 (cited 2009)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar